Efek Blog

Friday, 23 May 2014

Pengobatan Alternatif Disfungsi Syaraf Wajah/ Bell's Palsy/ Prosoplegia












BELLS PALSY






PENGERTIAN


Bell's Palsy adalah :


1. Penyakit yang menyerang saraf wajah sehingga menyebabkan kelumpuhan otot pada salah satu sisi wajah. Terjadi disfungsi syaraf facialis yang berkaitan dengan motorik wajah. Nama penyakit ini diambil dari nama Sir Charles Bell, dokter ahli bedah dari Skotlandia yang pertama menemukan dan mempresentasikan di Royal Society of London pada tahun 1829. Ia menghubungkan kasus tersebut dengan kelainan pada syaraf wajah. Meski namanya unik, penyakit ini akan mengganggu secara estetika ataupun fungsi wajah. Jika tidak ditangani maka akan terjadi kecacatan dengan muka miring atau penyok.







2. Kelumpuhan saraf kranial VII (saraf wajah) mengakibatkan ketidakmampuan untuk mengontrol otot-otot yang wajah di sisi yang terpengaruh. Beberapa kondisi dapat menyebabkan kelumpuhan wajah, misalnya, tumor otak, stroke dan penyakit Lyme. Namun, jika tidak ada alasan khusus yang dapat diidentifikasi, kondisi ini dikenal sebagai Bell's palsy. Diberi nama setelah Charles Bell, yang pertama kali menggambarkannya, ahli anatomi berkebangsaan Skotlandia Bell's palsy mononeuropathy akut yang paling umum (penyakit yang melibatkan hanya satu saraf) dan paling umum yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah akut.






ANATOMI


Nervus Facialis terutama merupakan saraf motorik, yang menginervasi otot-otot ekspresi wajah. Disamping saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata dan ke selaput mukosa rongga hidung dan mulut dan juga menghantar berbagai jenis sensasi dari otot-otot yang disarafinya.Inti nervus fasialis terletak dipons.


Saraf mengintari inti nervus abdusen, dan kelenjar di bagian lateral pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral pons diantara nervus fasialis dan nervus vestibukoklearis. Nervus fasialis bersama dengan nervus intermedius dan nervus vestibulokoklearis kemudian memasuki meatus akusticus internus. Di sini nervus facialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas yang berjalan di dalam kanalis facialis dan kemudian masuk ke dalam os mastoid. Ia keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stilomastoideum , dan bercabang untuk mempersarafi otot-otot wajah.








Nervus Fasialis mengandungi empat macam inti :


1. Nukleus fasialis, saraf somatomotorik, yang memepersarafi otot-otot wajah.


2. Nukleus salivatorius superior, saraf viseromotorik. Saraf ini mengurus glandula dan mukosa faring, palatum, rongga hidung, sinus paranasal dan glandula submaksiler serata sublingual dan maksilaris.


3. Nukleus solitaries, saraf viserosensorik yang menghantar implus dari alat pengecap di dua pertiga bagian depan lidah.


Nukleus sensoris trigeminus, saraf somatosensorik. Menghantarkan rasa nyeri, suhu dan raba dari bagian daerah kulit dan mukosa






EPIDEMIOLOGI BELL’S PALSY DISEASE


Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia, Di Amerika Serikat insiden Bell’s palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bell’s palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bell’s palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Sedangkan di Indonesia, insiden Bell’s palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 -30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria.


Orang dengan diabetes memiliki risiko 29% lebih tinggi dari yang dipengaruhi oleh Bell palsy dibandingkan orang tanpa diabetes. Jadi, mengukur kadar glukosa darah pada saat diagnosis Bell palsy dapat mendeteksi diabetes terdiagnosis. Pasien diabetes 30% lebih mungkin dibandingkan pasien nondiabetes untuk memiliki pemulihan hanya parsial, kekambuhan Bell palsy juga lebih umum di antara pasien diabetes.Bell palsy juga lebih umum pada orang yang immunocompromised atau pada wanita dengan preeklamsia.






Sex dan demografi yang berkaitan dengan usia


Bell palsy tampaknya mempengaruhi jenis kelamin sama. Namun, perempuan muda berusia 10-19 tahun lebih mungkin akan terpengaruh dibandingkan pria dalam kelompok usia yang sama. Wanita hamil memiliki risiko 3,3 kali lebih tinggi untuk terkena Bell palsy daripada wanita hamil, Bell palsy paling sering terjadi pada trimester ketiga.


Secara umum, Bell palsy terjadi lebih sering pada orang dewasa. Sebuah dominasi sedikit lebih tinggi diamati pada pasien yang lebih tua dari 65 tahun (59 kasus per 100.000 orang), dan tingkat insiden lebih rendah diamati pada anak-anak muda dari 13 tahun (13 kasus per 100.000 orang). Insiden terendah ditemukan pada orang muda dari 10 tahun, dan insiden tertinggi adalah pada orang berusia 60 tahun atau lebih. Puncak usia antara 20 dan 40 tahun. Penyakit ini juga terjadi pada orang tua berusia 70-80 tahun.


Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu kosmetik dan kadang kala jiwanya tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Seringkali timbul pertanyaan didalam hatinya, apakah wajahnya bisa kembali secara normal atau tidak. Bell’s palsy adalah kelumpuhan fasialis perifer yang belum diketahui penyebabnya, bisa akibat proses non-supuratif, non-neoplasmatik, non-degeneratif primer namun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramenstilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulanya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.


Pengobatan palsy Bell adalah masalah kontroversi. Dua ulasan Cochrane dari tahun 2004 menggarisbawahi perlunya lebih besar, yang dirancang dengan baik uji klinis untuk mengevaluasi obat antivirus atau kortikosteroid untuk palsy Bell. Efek pengobatan adalah sulit untuk mengevaluasi secara eksperimental karena pemulihan spontan (tanpa pengobatan) adalah umum.






PATOGENESIS DAN PATOSIOLOGI BELL’S PALSY


Bell’s palsy merupakan kelemahan wajah dengan tipe lower motor neuron yang disebabkan oleh keterlibatan saraf fasialis idiopatik di luar sistem saraf pusat, tanpa adanya penyakit neurologik lainnya. Sindrom ini pertama sekali dideskripsikan pada tahun 1821 oleh seorang anatomis dan dokter bedah bernama Sir Charles Bell. Karena proses yang dikenal awam sebagai ‘masuk angin’ atau dalam bahasa inggris ‘cold’, nervus fasialis bisa sembab.


Gejala Bell’s palsy dapat berupa kelumpuhan otot-otot wajah pada satu sisi yang terjadi secara tiba-tiba beberapa jam sampai beberapa hari (maksimal 7 hari). Pasien juga mengeluhkan nyeri di sekitar telinga, rasa bengkak atau kaku pada wajah walaupun tidak ada gangguan sensorik. Kadang- kadang diikuti oleh hiperakusis, berkurangnya produksi air mata, hipersalivasi dan berubahnya pengecapan. Kelum-puhan saraf fasialis dapat terjadi secara parsial atau komplit. Kelumpuhan parsial dalam 1–7 hari dapat berubah menjadi kelumpuhan komplit.


Dalam mendiagnosis kelum- puhan saraf fasialis, harus dibedakan kelumpuhan sentral atau perifer. Kelumpuhan sentral terjadi hanya pada bagian bawah wajah saja, otot dahi masih dapat berkontraksi karena otot dahi dipersarafi oleh kortek sisi ipsi dan kontra lateral sedangkan kelumpuhan perifer terjadi pada satu sisi wajah.


Karena itu ia terjepit dalam foramen stilomastoideum dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan tersebut dinamakan ‘Bell’s palsy’. Bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat di kerutkan. Fissure palpebral tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata telihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dal platisma tidak dapat digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tetimbun disitu.


Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang ,menyarafi muskulus stapedius.


Terdapat lima teori yang kemungkinan menyebabkan terjadinya Bell’s palsy, yaitu iskemik vaskular, virus, bakteri, herediter, dan imunologi. Teori virus lebih banyak dibahas sebagai etiologi penyakit ini. Burgess et al mengidentifikasi genom virus herpes simpleks (HSV) di ganglion genikulatum seorang pria usia lanjut yang meninggal enam minggu setelah mengalami Bell’s palsy. Murakami et al. menggunakan teknik reaksi rantai polimerase untuk mengamplifikasi sekuens genom virus, dikenal sebagai HSV tipe 1 di dalam cairan endoneural sekeliling saraf ketujuh pada 11 sampel dari 14 kasus Bell’s palsy yang dilakukan dekompresi pembedahan pada kasus yang berat. Murakami et al. menginokulasi HSV dalam telinga dan lidah tikus yang menyebabkan paralisis pada wajah tikus tersebut. Antigen virus tersebut kemudian ditemukan pada saraf fasialis dan ganglion genikulatum. Dengan adanya temuan ini, istilah paralisis fasialis herpes simpleks atau herpetika dapat diadopsi. Gambaran patologi dan mikroskopis menunjukkan proses demielinisasi, edema, dan gangguan vaskular saraf.


Berdasarkan letak lesi, manifestasi klinis Bell’s palsy dapat berbeda. Bila lesi di foramen stylomastoid, dapat terjadi gangguan komplit yang menyebabkan paralisis semua otot ekspresi wajah. Saat menutup kelopak mata, kedua mata melakukan rotasi ke atas (Bell’s phenomenon). Selain itu, mata dapat terasa berair karena aliran air mata ke sakus lakrimalis yang dibantu muskulus orbikularis okuli terganggu.


Manifestasi komplit lainnya ditunjukkan dengan makanan yang tersimpan antara gigi dan pipi akibat gangguan gerakan wajah dan air liur keluar dari sudut mulut. Lesi di kanalis fasialis (di atas persimpangan dengan korda timpani tetapi di bawah ganglion genikulatum) akan menunjuk semua gejala seperti lesi di foramen stylomastoid ditambah pengecapan menghilang pada dua per tiga anterior lidah pada sisi yang sama. Bila lesi terdapat di saraf yang menuju ke muskulus stapedius dapat terjadi hiperakusis (sensitivitas nyeri terhadap suara keras). Selain itu, lesi pada ganglion genikulatum akan menimbulkan lakrimasi dan berkurangnya salivasi serta dapat melibatkan saraf kedelapan.






PENYEBAB BELL’S PALSY


Bell palsy terjadi ketika saraf yang mengendalikan otot-otot wajah (saraf wajah) menjadi meradang atau dikompresi. Tidak diketahui apa yang menyebabkan saraf wajah menjadi meradang, meskipun diperkirakan bahwa virus. Virus yang telah dikaitkan dengan Bell palsy termasuk virus yang menyebabkan:








a) Luka dingin dan herpes genital (herpes simplex)


b) Cacar air dan herpes zoster (herpes zoster)


c) Mononucleosis (Epstein-Barr)


d) Infeksi Cytomegalovirus


e) Penyakit pernapasan (adenovirus)


f) Campak Jerman (rubella)


g) Mumps (virus gondok)


h) Flu (influenza B)


i) Penyakit tangan-kaki-dan-mulut (coxsackievirus)


Dengan Bell palsy, saraf yang mengendalikan otot-otot wajah, yang melewati celah sempit dari tulang dalam perjalanan ke wajah, menjadi meradang dan bengkak. Biasanya berhubungan dengan infeksi virus. Selain otot-otot wajah, saraf mempengaruhi air mata, air liur, rasa dan tulang kecil di tengah telinga Anda.






FAKTOR RISIKO BELL’S PALSY


Bell palsy lebih sering terjadi pada orang yang: Hamil, terutama selama trimester ketiga, atau yang berada di minggu pertama setelah melahirkan.Memiliki infeksi saluran pernapasan atas, seperti flu atau pilek Beberapa orang yang mengalami serangan berulang dari Bell palsy Memiliki riwayat keluarga serangan berulang. Dalam kasus tersebut, mungkin ada kecenderungan genetik untuk Bell palsy.






GEJALA BELL’S PALSY


Gambaran klinis biasanya timbul mendadak,hampir selalu unilateral,sering kali waktu bangun tidur pagi penderita baru mengetahui kelumpuhan otot wajah atau diberitahukan teman bahwa salah satu sudut mulutnya rendah.Manifestasi klinik Bell’s Palsy khas dengan memperhatikan riwayat penyakit dan gejala kelumpuhan yang timbul. Pada anak 73% didahului infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin.


Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitar nya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wa ja h berupa :


1. Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang sehat.


2. Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagoftalmus).


3. Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bolam atau berputar ke atas bila memejamkan mata (elevasi), fenomena ini di sebut BELL’S SIGN.


4. Sudut mulut tidak dapat diangkat,lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat.


5. Selain gelaja-gejala diatas,dapat juga ditemukan gejala lain yang menyertai antara lain: gangguan fungsi pengecap,hiperakusis dan gangguan lakrimasi.


6. Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, atau bila berkumur, air akan keluar melalui sisi mulut yang lumpuh.






ANAMNESIS BELL’S PALSY


Hampir semua pasien yang dibawa ke ruang gawat darurat merasa bahwa merekamenderita stroke atau tumor intrakranial. Hampir semua keluhan yang disampaikan adalah kelemahan pada salah satu sisi wajah.


1. Nyeri post auricular: Hampir 50% pasien menderita nyeri di regio mastoid. Nyeri sering muncul secara simultan disertai dengan paresis, tetapi paresis muncul dalam 2-3 hari pada sekitar 25% pasien.


2. Aliran air mata: Ini disebabkan akibat penurunan fungsi orbicularis oculi dalam mengalirkan air mata. Hanya sedikit air mata yang dapat mengalir sampai ke saccus lacrimalis dan terjadi kelebihan cairan.


3. Mata Kuning.


4. kelopak mata tidak bisa menutup dengan sempurna, gangguan pada pengecapan, serta sensasi mati rasa pada salah satu bagian wajah.


5. Pada kasus yang lain juga terkadang disertai dengan adanya hiperakusis (sensasi pendengaran yang berlebihan), telinga berdenging, nyeri kepala dan perasaan melayang. Hal tersebut terjadi mendadak dan mencapai puncaknya dalam dua hari.


6. Keluhan yang terjadi diawali dengan nyeri pada bagian telinga yang seringkali dianggap sebagai infeksi.


7. Selain itu masih ada gejala-gejala lain yang ditimbulkan oleh penyakit ini yaitu, pada awalnya, penderita merasakan ada kelainan di mulut pada saat bangun tidur, menggosok gigi atau berkumur, minum atau berbicara. Mulut tampak mencong terlebih saat meringis, kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos), waktu penderita menutup kelopak matanya maka bola mata akan tampak berputar ke atas(nistagmus). Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila berkumur maka air liur akan keluar ke sisi melalui sisi mulut yang lumpuh


8. Riwayat penyakit seperti :


a. infeksi saluran pernafasan otitis media akut


b. herpes


c. Meningitis


d. Diabetes militus


e. Trauma daerah wajah






PENCEGAHAN BELL’S PALSY


Seperti disarankan oleh Dokter Syaraf agar Bell's Palsy tidak mengenai anda, cara-cara yang bisa ditempuh Adalah :


1. Jika berkendaraan motor, gunakan helm penutup wajah full untuk mencegah angin mengenai wajah.


2. Jika tidur menggunakan kipas angin, jangan biarkan kipas angin menerpa wajah langsung. Arahkan kipas angin itu ke arah lain. Jika kipas angin terpasang di langit-langit, jangan tidur tepat di bawahnya. Dan selalu gunakan kecepatan rendah saat pengoperasian kipas.


3. Kalau sering lembur hingga malam, jangan mandi air dingin di malam hari. Selain tidak bagus untuk jantung, juga tidak baik untuk kulit dan syaraf.


4. Bagi penggemar naik gunung, gunakan penutup wajah / masker dan pelindung mata. Suhu rendah, angin kencang, dan tekanan atmosfir yang rendah berpotensi tinggi menyebabkan Anda menderita Bell's Palsy.


5. Setelah berolah raga berat, jangan langsung mandi atau mencuci wajah dengan air dingin.


6. Saat menjalankan pengobatan, jangan membiarkan wajah terkena angin langsung. Tutupi wajah dengan kain atau penutup. Takut dibilang "orang aneh"? Pertimbangkan dengan biaya yang anda keluarkan untuk pengobatan.






Penyebab Bell's Palsy, yakni angin yang masuk ke dalam tengkorak atau foramen stilo mastoideum. Angin dingin ini membuat syaraf di sekitar wajah sembab lalu membesar. Pembengkakan syaraf nomor tujuh atau nervous fascialis ini mengakibatkan pasokan darah ke syaraf tersebut terhenti. Hal itu menyebabkan kematian sel sehingga fungsi menghantar impuls atau rangsangnya terganggu. Akibatnya, perintah otak untuk menggerakkan otot-otot wajah tidak dapat diteruskan.










OBAT ALTERNATIF, TRADISIONAL, HERBAL ALAMI, DAN TERAPI NATUROPATHY DENGAN TAHITIAN NONI BIOACTIVE BEVERAGE BEBASKAN ANDA DARI PENYAKIT BELL’S PALSY






Mekanisme Kerja TNBB (Tahitian Noni Bioactive Beverage)


Mekanisme kerja secara ilmiah mampu bekerja di tingkat molekular untuk :


1. meningkatkan dan merevitalisasi sistem kerja tubuh (self healing), bekerja melindungi, memperbaiki, mengaktifkan, meremajakan dan meregenerasi sel secara optimal.


2. Memberikan efek manfaat yang optimal serta aman dikonsumsi baik oleh wanita hamil, menyusui, bayi, anak-anak hinggak orang dewasa, yang mencakup segala kondisi kesehatan.











Dapat disimpulkan bahwa Tahitian Noni Bioactive Beverage bekerja dengan cara :


1. Aktifitas regenerasi sel


2. Peningkatan Asupan Nutrient


3. Detoksifikasi selular


4. Membantu proses perbaikan sel.


5. Menyeimbangkan komunikasi sel


6. Efek Katalisator.











Peran Tahitian Noni Bioactive Beverage terhadap Gangguan Syaraf


Tahitian Noni bioactive Beverage : memiliki FITOKIMIAWI terdiri antara lain :


1. Turunan Acetyl sebagai BATERIOSTATIK


2. Alkaloid untuk FUNGSI SEL


3. Organic Nitrogen untuk SIRKULASI SEL


4. Enzimatic untuk SINTESA PROTEIN


5. Vitamin sebagai ANTIOKSIDAN






Ke- 5 komponen tersebut bekerja untuk Perbaikan Struktur Molekul : Aksi Regenerasi Sel Otak yang berfungsi untuk Pengangkatan Aktifitas Neurotransmitter : Normalisasi Fungsi Neuron.






Tahitian Noni Bioactive Beverage --> Flavonol glycoside --> Iridoid glycoside --> (Fatty acid, Rutin, Sperulosidic acid) --> Citrifolinoside --> Inhibisi AP-1 transactivation --> Cegah proses degenerasi.






Kandungan Asam Amino pada Tahitian Noni :


1. Arginin (pembentukan keratin-fosfat) --> Sumber Energi Otak


2. Aspartat (Sintesa Glukosa) --> Neurotransmitter pada metabolisme otak.


3.Histidin (meningkatkan aktifitas gelombang alfa) --> Melawan stress dan kecemasan.


4. Sintesa Kolage --> Perbaikan Myelin dan Optimalisasi impuls syaraf.










PATENT THEURAPY YANG BERHUBUNGAN TERAPI BELL’S PALSY






1. TAHITIAN NONI Bioactive Beverage Berfungsi sebagai Ansiolitik dan Sedatif (penenang, antistres) Melalui Mekanisme Kompetitif Ligan


Yakni Efek Agonis melalui Pengikatan Reseptor Asam Gama-Amino Butirat (GABA?). Hasil uji in vitro memakai rdioligan (3H) memperlihatkan signifikasi aftinitas ekstrak buah noni terhadap reseptor GABA? (neurotransmiter inhibisi) sekuat 75% (S. Deng. Et al. Phytomedicine, 2007)








2. TAHITIAN NONI Bioactive Beverage memiliki Potensi Ergogenik (Anti-Lelah dan Meningkatkan Endurance), serta Meningkatkan Performance Fisik secara Keseluruhan.


3. Hasil uji in vivo pada mencit tua yang diminumkan TAHITIAN NONI® Bioactive denagn variasi peningkatan dosis (10, 20, 40 mL/kg berat badan) memperlihatkan rerata waktu (potensi ergogenik) yang lebih lama dibandingkan kontrol pada tes berenang (36% berbanding 45%) dan tes putaran roda (59% berbandung 128%) (S. Deng et al. Phytoter Rees, 2007).

KOMPLIKASI BELL’S PALSY


Sekitar 5% pasien setelah menderita Bell’s palsy mengalami sekuele berat yang tidak dapat diterima. Beberapa komplikasi yang sering terjadi akibat Bell’s palsy, adalah


1. Regenerasi motor inkomplit yaitu regenerasi suboptimal yang menyebabkan paresis seluruh atau beberapa muskulus fasialis,


2. Regenerasi sensorik inkomplit yang menyebabkan disgeusia (gangguan pengecapan), ageusia (hilang pengecapan), dan disestesia (gangguan sensasi atau sensasi yang tidak sama dengan stimuli normal), dan


3. Reinervasi yang salah dari saraf fasialis.


Reinervasi yang salah dari saraf fasialis dapat menyebabkan


a) sinkinesis yaitu gerakan involunter yang mengikuti gerakan volunter, contohnya timbul gerakan elevasi involunter dari sudut mata, kontraksi platysma, atau pengerutan dahi saat memejamkan mata,


b) crocodile tear phenomenon, yang timbul beberapa bulan setelah paresis akibat regenerasi yang salah dari serabut otonom, contohnya air mata pasien keluar pada saat mengkonsumsi makanan.






PROGNOSIS BELL’S PALSY


1. Sekitar 80-90 % penderita Bell’s Palsy mengalami perbaikan pada kekuatan otot-otot ekspresi muka. Jika terdapat tanda-tanda kesembuhan otot wajah sebelum hari ke-18, maka kesembuhan sempurna atau hampir sempurna diharapkan dapat terjadi. Perbaikan kelainan yang komplit biasanya dimulai setelah 8 minggu dan mencapai maksimal dalam 9 bulan sampai 1 tahun. Pada penderita dengan kelainan inkomplit, perbaikan biasanya dimulai setelah 2 minggu. Kurang dari15% penderita didapatkan gejala sisa. Hampir 80% mendapatkan perbaikannya sampai 95% atau lebih.


2. Faktor-faktor yang meramalkan prognosis yang baik adalah kelainan inkomplit, umur relatif muda (kurang dari 60 tahun), interval yang pendek antara onset dan perbaikan pertama (initial improvement) dalam 2 minggu, dan studi elektrodiagnostik yang menunjang. Faktor-faktor yang meramalkan prognosis yang jelek adalah paralisis total, usia lanjut (lebih dari 60 tahun), interval yang panjang antara onset dan perbaikan (sekitar 2 bulan), dan studi elektrodiagnostik yang tidak menunjang.


3. Nilai peramalan sehubungan dengan paralisis nervus fasialis (nyeri belakang telinga, fonofobia, hilangnya pengecapan, berkurangnya sekresi air mata dan aliran saliva) adalah tidak jelas. Tetapi kelemahan pada fungsi-fungsi ini dapat menunjukkan luasnya degenerasi motor akson.
0 Comments
Komentar

No comments:

Post a Comment