Efek Blog

Sunday 1 June 2014

Pengobatan Alternatif Penyakit Herpes Genitalis (Fever Blister, Cold Sore, Herpes Febrilis, Herpes Labialis, Herpes Progenitalis)

Herpes Genitalis adalah merupakan penyakit infeksi akut pada genital dengan gambaran khas berupa vesikel berkelompok pada dasar eritematosa, dan cenderung bersifat rekuren. Umumnya disebabkan oleh herpes simpleks virus tipe 2 (HSV-2), tetapi sebagian kecil dapat pula oleh tipe 1.

Herpes genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas berupa vesikel yang berkelompok dengan dasar eritem bersifat rekuren. Herpes genitalis terjadi pada alat genital dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha). 

Ada dua macam tipe HSV yaitu : HSV-1 dan HSV-2 dan keduanya dapat menyebabkan herpes genital. Infeksi HSV-2 sering ditularkan melalui hubungan seks dan dapat menyebabkan rekurensi dan ulserasi genital yang nyeri. Tipe 1 biasanya mengenai mulut dan tipe 2 mengenai daerah genital.

Epidemiologi
Penyakit ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh HSV tipe 1 biasanya dimulai pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe 2 biasanya terjadi pada dekade II atau III dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.

Patofisiologi
Bila seseorang terpajan HSV, maka infeksi dapat terbentuk episode I infeksi primer (inisial), episode I non infeksi primer, infeksi rekurens, asimtomatik atau tidak terjadi infeksi sama sekali. Pada episode I infeksi primer, virus yang berasal dari luar masuk ke dalam tubuh hospes. Kemudian terjadi penggabungan dengan DNA hospes tersebut dan mengadakan multiplikasi/ replikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit. Pada waktu itu hospes sendiri belum ada antibodi spesifik, hal ini bisa mengakibatkan timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala konstitusi berat. Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf regional (ganglion sakralis) dan menetap di sana serta bersifat laten.

Pada episode I non infeksi primer, infeksi sudah lama berlangsung, tetapi belum menimbulkan gejala klinis, tubuh sudah membentuk zat anti sehingga pada waktu terjadinya episode I ini, kelainan yang timbul tidak seberat episode I dengan infeksi primer.
Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor), virus akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali, sehingga terjadilah infeksi rekurens. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik, sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat pada waktu infeksi primer. Trigger factor tersebut antara lain adalah trauma, koitus yang berlebihan, demam, gangguan pencernaan, stress emosi, kelelahan, makanan yang merangsang, alkohol, obat-obatan (imunosupresif, kortikosteroid) dan pada beberapa kasus sukar diketahui dengan jelas penyebabnya. Ada beberapa pendapat mengenai terjadinya infeksi rekurens : (1). Faktor pencetus akan mengakibatkan reaktivasi virus dalam ganglion dan virus akan turun melalui akson saraf perifer ke sel epitel kulit yang dipersarafinya dan di sana akan mengalami replikasi dan multiplikasi serta menimbulkan lesi. (2). Virus secara terus menerus dilepaskan ke sel-sel epitel dan adanya faktor pencetus ini menyebabkan kelemahan setempat dan menimbulkan lesi rekurens.

Orang yang berisiko menderita HERPES GENITALIS
a.    Memiliki banyak atau berganti-ganti pasangan, 
b.   Tidak menggunakan kondom saat berhubungan intim 
c.    Memiliki pasangan dengan sejarah mempunyai penyakit IMS (Infeksi Menular Seksual)
d.   Memiliki pasangan hubungan dan tidak tahu sejarah penyakit IMS-nya 
e.    Melakukan hubungan intim melalui vagina,oral atau anal dengan pasangan yang memiliki tanda-tanda dan gejala herpes genitalis

Gejala Klinis
Manifestasi klinis dapat dipengaruhi oleh faktor hospes, pajanan terdahulu dari HSV, episode terdahulu dan tipe virus. Masa inkubasi umumnya berkisar antara 3-7 hari, tetapi dapat lebih lama. Gejala yang timbul dapat bersifat berat, tetapi bisa juga asimtomatik, terutama bila lesi ditemukan pada daerah servix. Pada penelitian retrospektif 50-70 % infeksi HSV-2 adalah asimtomatik.

Biasanya didahului rasa terbakar dan gatal pada daerah lesi yang terjadi beberapa jam sebelum timbulnya lesi. Setelah lesi timbul dapat disertai gejala konstitusi seperti malaise, demam dan nyeri otot. Lesi pada kulit berbentuk vesikel yang berkelompok dengan dasar eritem. Vesikel ini mudah pecah dan menimbulkan erosi multipel. Tanpa infeksi sekunder, penyembuhan terjadi dalam waktu lima sampai tujuh hari dan tidak terjadi jaringan parut, tetapi bila ada infeksi sekunder, penyembuhan memerlukan waktu lebih lama dan meninggalkan jaringan parut.

Pada infeksi inisial gejalanya lebih berat dan berlangsung lebih lama. Kelenjar limfe regional dapat membesar dan nyeri pada perabaan. Infeksi di daerah servix dapat menimbulkan beberapa perubahan termasuk peradangan difus, ulkus multipel sampai terjadinya ulkus yang besar dan nekrotik. Tetapi dapat juga tanpa gejala klinis. Pada saat pertama kali timbul, penyembuhan memerlukan waktu yang cukup lama, dapat 2 sampai 4 minggu, sedangkan pada serangan berikutnya, penyembuhan akan lebih cepat. Disamping itu pada infeksi pertama dapat terjadi disuria bila lesi terletak di daerah uretra dan periuretra, sehingga dapat menimbulkan retensi urin. Hal lain yang menyebabkan retensi urin adalah lesi pada daerah sakral yang menimbulkan mielitis dan radikulitis.
Infeksi rekurens dapat terjadi dengan cepat/ lambat, sedangkan gejala yang timbul biasanya lebih ringan, karena telah ada antibodi spesifik dan penyembuhan juga akan lebih cepat. Seperti telah disebutkan di atas, infeksi inisial dan rekurens selain disertai gejala klinis dapat juga tanpa gejala. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya antibodi terhadap HSV-2 pada orang yang tidak ada riwayat penyakit herpes genitalis sebelumnya. Adanya antibodi terhadap HSV-1 menyebabkan infeksi HSV-2 lebih ringan. Hal ini memungkinkan infeksi inisial HSV-2 berjalan asimtomatik pada penderita yang pernah mendapat infeksi HSV-1.

Tempat predileksi pada pria biasanya di preputium, glans penis, corpus penis, dapat juga di uretra dan daerah anal (para homoseks), sedangkan daerah skrotum jarang terkena. Lesi pada wanita dapat ditemukan di daerah labia mayor/ minor, klitoris, introitus vaginae, servix; sedangkan pada daerah perianal, gluteus dan mons pubis jarang ditemukan. Infeksi pada wanita sering dihubungkan dengan servisitis, karena itu perlu dilakukan pemeriksaan sitologi secara teratur
a.    Herpes Genitalis pada KEHAMILAN
 Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu mendapat perhatian yang serius karena virus dapat sampai ke sirkulasi janin melalui plasenta serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi neonatal mempunyai angka mortalitas 60 %, separuh dari yang hidup menderita cacat neurologis atau kelainan pada mata. 

Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis, mikrosefali, hidrosefali, koroidoretinitis, keratokonjungtivitis atau hepatitis; di samping itu dapat juga timbul lesi pada kulit. Di Amerika Serikat frekuensi herpes neonatal adalah 1 per 7500 kelahiran hidup. Bila transmisi terjadi pada trimester I cenderung mengakibatkan abortus; sedangkan bila pada trimester II, terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi transmisi pada saat intrapartum

b.   Herpes Genitalis pada Immunodefisiensi
Herpes genitalis merupakan suatu problem pada penderita dengan imunodefisiensi, oleh karena kelainan yang ditemukan cukup progresif berupa ulkus yang dalam di daerah anogenital. Disamping itu, lesi juga lebih luas dibandingkan dengan keadaan biasanya. Pada keadaan imunodefisiensi yang tidak berat didapatkan keluhan rekurensi yang lebih sering dengan penyembuhan yang lebih lama.

Penularan Penyakit Herpes Genitalis
Penularan Secara Horisontal.
Transmisi secara horisontal terjadi ketika seorang individu yang seronegatif berkontak dengan individu yang seropositif melalui vesikel yang berisi virus aktif (81-88%), ulkus atau lesi HSV yang telah mengering (36%) dan dari sekresi cairan tubuh yang lain seperti salivi, semen, dan cairan genital (3,6-25%). Adanya kontak bahan-bahan tersebut dengan kulit atau mukosa yang luka atau pada beberapa kasus kulit atau mukosa tersebut maka virus dapat masuk kedalam tubuh host yang baru dan mengadakan multiplikasi pada inti sel yang baru saja dimasukinya. Dengan kata lain penularan secara horisontal ini adanya kontak kulit penderita penyakit virus herpes simplex dengan orang lain.

Penularan Secara Vertikal.
Penularan secara vertikal penyakit herpes simplex terjadi ketika ibu hamil memiliki virus HSV-1 dan atau HSV-2. Apabila infeksi terjadi pada trimester I biasanya akan terjadi abortus (keguguran) dan pada bila infeksi terjadi pada trimester II akan terjadi kelahiran prematur. Bayi dengan infeksi HSV mempunyai angka mortalitas kurang lebih sekitar 60 % dan separuh dari yang hidup tersebut akan mengalami gangguan syaraf pusat dan mata. Infeksi primer yang terjadi pada masa-masa akhir kehamilan akan memberikan prognosis yang lebih buruk karena tubuh ibu belum sempat membentuk antibodi (terbentuk 3 sampai 4 minggu setelah virus masuk kedalam tubuh seseorang) untuk selanjutnya disalurkan kepada fetus sebagai suatu antibodi neutralisasi transplasental dan hal ini akan mengakibatkan 30 sampai 57% bayi yang dilahirkan terinfeksi HSV dengan berbagai komplikasinya.

Pencegahan Penyakit Herpes Genitalis.
Pencegahan terhadap penyakit virus herpes simplek dapat dilakukan dengan menggunakan suatu barrier protection (kondom) untuk mencegah kontak dengan cairan genital yang mengandung virus. Kondom yang terbuat dari latek menyebabkan virus tidak dapat melaluinya serta kandungan spermatisid (nonoxynol-9) dapat membunuh virus secara invitro. Efektivitas kondom sebagai pencegah transmisi HSV atau penyakit kelamin lainnya hanya sekitar 75 %, karena keterbatasan kondom yang tidak dapat menutup semua bagian penis (batang penis) maka hal itu masih memungkinkan adanya kontak dengan cairan genital yang mengandung virus. Pencegahan kontak dengan saliva penderita HSV dapat dilakukan dengan menghindari berciuman dan menggunakan alat-alat makan penderita serta menggunakan obat kumur yang mengandung antiseptik yang dapat membunuh virus sehingga menurunkan risiko tertular.
Selain melakukan pencegahan di atas, untuk mencegah penyakit herpes genitalis dan penyakit menular seksual lainnya, yang paling mudah adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang telah terinfeksi PMS (penyakit menular seksual). Namun hal ini tentunya tidak mudah dilakukan, karena itu bisa juga dengan melakukan cara-cara lain seperti :
a.    Selalu menjaga kebersihan dan kesehatan organ genital (atau alat kelamin pria dan wanita) secara teratur.
b.    Setia kepada pasangan. Kita tidak pernah tahu apakah pasangan seksual yang lain terinfeksi penyakit herpes simplex atau tidak.
c.    Jangan lupa menggunakan kondom, bila pasangan kita sudah terinfeksi penyakit herpes simplex atau penyakit menular seksual lainnya.
d.   Biasakan meminta jarum suntik baru setiap kali menerima pelayanan medis yang menggunakan jarum suntik. Selain bisa mencegah tertular penyakit herpes simplex, cara ini juga bisa mencegah penyakit yang lebih berbahaya seperti HIV AIDS dan penyakit hepatitis B.

Pemeriksaan Laboratorium Penyakit Herpes Genitalis.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menemukan virus herpes simplex yang ada di dalam tubuh. Pemeriksaan laboratorium terhadap virus herpes simplex sebagian besar dilakukan hanya untuk mereka yang terinfeksi HSV tipe 2. Sedangkan untuk mengetahui apakah luka yang diderita penderita herpes simplex ini akibat virus HSV atau bukan, maka tes yang lain perlu dilakukan. Tanda-tanda pada permukaan sel yang terinfeksi oleh virus herpes simplex akan diketahui dari hasil pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorum ini juga bisa mengungkap perbedaan antara HSV-1 dan HSV-2. Umumnya pemeriksaan laboratorium ini meliputi IGg dan IgM baik itu untuk HSV-1 maupun HSV-2
Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank diwarnai dengan pengecatan giemsa atau wright, akan terlihat sel raksasa berinti banyak. Sensitifitas dan spesifitas pemeriksaan ini umumnya rendah.

Pencegahan
Beberapa usaha pencegahan yang bisa anda lakukan untuk menghindarkan diri anda agar tidak tertular herpes genitalis antara lain :
a.    Usahakan hanya memiliki satu pasangan (monogamy) dan mengetahui status penyakit IMS pasangan anda dan sehingga anda dapat mengetahui dan meminimalisir dari penularan herpes genitalia 
b.    Menggunakan kondom lateks secara konsisten dan benar ketika berhubungan untuk mengurangi risiko penularan herpes. 
c.    Setiap tanda gejala outbreak/serangan wabah adalah merupakan tanda untuk berhenti berhubungan seksual. 
d.   Jika seseorang telah didiagnosis dan diobati sebagai penderita herpes, dia harus menghubungi semua pasangannya untuk melakukan konsultasi dengan dokter atau tempat pelayanan kesehatan. 
e.    Dengan tidak melakukan hubungan adalah cara paling aman dan pasti untuk menghindari penularan atau tertularnya infeksi herpes.

Komplikasi
a.    Pada Ibu hamil yang mengalami infeksi herpes aktif pada alat kelamin atau di jalan lahir mereka ketika mereka menularkan infeksi pada bayi mereka yang baru lahir, hal ini dapat menyebabkan kondisi yang sangat berbahaya bagi bayi, antara lain infeksi otak (meningitis, ensefalitis), infeksi kulit kronis, keterlambatan perkembangan yang berat, atau kematian.
b.    Risiko tertinggi pada bayi terjadi ketika seorang wanita terinfeksi HSV selama kehamilan dan mengalami masa outbreak primer pada waktu penularan kepada bayi. 
c.    Wanita yang memiliki riwayat herpes tetapi yang hanya memiliki sesekali outbreak biasanya jarang menularkan infeksi kepada bayinya. 
d.   Pada Orang-orang dengan outbreak herpes aktif lebih mungkin untuk tertular HIV (virus penyebab AIDS), dan orang-orang HIV-positif dengan herpes wabah aktif lebih mungkin untuk menularkan HIV kepada orang lain.
e.    Pada orang-orang dengan sistem kekebalan atau imunitas tubuh yang lemah (seperti pada orang yang menderita AIDS, menjalani terapi kemoterapi, atau konsumsi kortison dosis tinggi), herpes dapat menyebabkan komplikasi berat pada otak, mata, tenggorokan, hati, sumsum tulang belakang, atau paru-paru. 

Pengobatan Herbal Alami Herpes Genitalis dengan Tahitian Noni Bioactive Beverage

Berikut ini adalah hasil-hasil uji klinik TAHITIAN NONI Bioactive Beverage karya para  peneliti Departemen R&D Tahitian Noni International Inc. (mencapai 58 topik publikasi uji klinik), namun pada pembahasan ini ditampilkan yangberhubungan dengan penyakit Herpes genitalis atau penyakit kelamin lainnya :
1.    TAHITIAN NONI Bioactive Beverage Sumber Antioksidan Superior
Guna Membantu Tubuh mengatasi Radikal Bebas Berbahaya. Uji klinik pada  manusia double-blind dilakukan terhadap 68 perokok aktif. Hasilnya, efek  mengkonsumsi TAHITIAN NONI Bioactive Beverage (2 oz/hari) selama 1 bulan signifikan  mereduksi radikal bebas plasma untuk jenis SAR (27%) dan LPO (23%)  dibamdingkan plasebo (Wang, min-Yang et al. XI Biennial Meeting of the  Society for Free Radical Research International, 2002)


2.    TAHITIAN NONI Bioactive Beverage Meningkatkan Energi dan Kekuatan Fisik.
Uji klinik pada manusia dilakukan terhadap 40 atlet terlatih  pemeriksaan treadmill dan darah. Hasilnya, efek mengkonsumsi TAHITIAN  NONI Bioactive (100 mL) selama 3 minggu meningkatkan time exhaustion (21%),  dan menurunkan semiluminesen darah (25%) (Palu, Afa K. et al. Journal of  Medicinal Plant Research, 2008)

3.    TAHITIAN NONI Bioactive Beverage Meningkatkan Fungsi Sistem Imun.
Uji  klinik pada manusia dilakukan terhadap 12 relawan yang sehat. Hasilnya,  efek mengkonsumsi TAHITIAN NONI Bioactive (330 mL) selama 8 minggu  signifikan mereduksi MDA, meningkatkan aktivitas IL-2 dan sel NK, tanpa  memicu efek samping.
Selain uji klinik yang resmi diprogramkan Tahitian Noni International  Inc., efikasi Morinda citrifolia L. juga cukup menarik perhatian para  ilmuan biomedik dari berbagai negara. Misalnya, Departemen Kesehatan  Amerika menghibahkan dana penelitian untuk uji klinik fase- 1 mengenai  toleransi dosis dan toksisitas produk olahan Morinda citrifolia L. 2000  mg selama 28 hari.
Dosis ini terus ditingkatkan dengan penambahan 2000 mg selama 28 hari.  Dosis ini terus ditingkatkan dengan penambahan 2000 mg/hari, sampai  tercapai dosis maksimal 10 gram per hari (Isset et al. Qual Life Res,  2005). Dosis aman ini setara dengan 200 mL (secangkir) TAHITIAN NONI Bioactive. Berdasarkan uji klinik tahap- 1, maka jus noni dikategorikan aman  dijadikan sumber nutrisi untuk meningkatkan kualitas kesehatan.
Dan masih banyak lagi riset tentang Morinda citrifolia L. sebagai produk  naturaseutikal atau etnomedika terpopuler di dunia. Sampai akhir tahun  2008 saja diperkirakan lebih dari 300 Jurnal internasionlal telah  mempublikasikan keunggulan efek terapeutik Morinda citrifolia L.  sementara itu jus noni sebagai produk komersil nutrisi atau suplemen  dilaporkan telah memecahkan rekor penjualan tertinggi di Amerika, dan  dalam dua dekade terakhir tercatat sebagai produk botani yang paling  laris di dunia (News, Alternative Medicine, 2007). Jadi, sangat wajar  terjadi ledakan riset Morinda cifitrolia L. karena produk komersilnya  benar-benar digandrungi masyarakat global.
Terakhir, di bawah ini akan disarikan hasil-hasil riset biomolekuler  tentang Morinda cifitrolia L. (noni) karya para peneliti lintas negara  yang dipublikasikan melalui aneka jurnal internasional.

4.    TAHITIAN NONI Bioactive Beverage memodulasi sistem imun melalui aktivitas reseptor kanabinoid-2 (CB2), mensupresi sitokin IL-4 dan meningkatka produksi IFN-y.
Secara  in vitro, TAHITIAN NONI Bioactive dan konsentrat jus noni (1,5 mg/mL)  berpotensi mengaktivasi reseptor CB2. Sedang secara in vivo, hewan coba  yang diminumkan TAHITIAN NONI Bioactive selama 16 hari memperlihatkan  penurunan produksi IL-4 dan peningkatan IFN-y (Afa K.H. et al. J  Ethnopharmacol, 2008).

5.    Morinda cifitrolia L. memiliki Potensi Terapeutik untuk Kandidiasis dan Aspergilosis.
Ekstrak cair Morinda cifitrolia L. dapat mempengaruhi konversi  morfologi Candida albcans dari bentuk yeast menjadi filamentosa di dalam  serum serta menginhibisi germinasi spora Aspergillus nidulans (Banerjee  et al. Am J Chin Med, 2006).

6.    Ekstrak Morinda cifitrolia L. secara in vitro memilki Aktivitas Antiviral, Antifungal, Anti Bakterial, serta aktivitas Anti Komplemen.
Penelitian ini memperkuat manfaat anti-infeksi Morinda cifitrolia L.  yang secara tradisional diyakini oleh bangsa Polinesia (Locher et al.  Journal of Ethnopharmacology, 1995).

7.    Tahitian Noni Bioactive Beverage, mengobati kerusakan dermatologis

0 Comments
Komentar

No comments:

Post a Comment