Efek Blog

Thursday 7 August 2014

Obat Herbal Penyakit Skizofrenia

Jumlah penduduk Indonesia yang menderita penyakit gangguan jiwa berat atau skizofreniacukup besar, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, terdapat 0,46 persen penduduk atau 1.093.150 orang Indonesia yang mengidap skizofrenia. Dari jumlah itu, ternyata hanya 3,5 persen saja atau 38.260 orang yang terlayani dengan perawatan memadai di rumah sakit jiwa, rumah sakit umum maupun pusat kesehatan masyarakat.
Skizofrenia paling sering menyerang pada usia produktif  antara 15 sampai 25 tahun, dan sekitar 25-35% terjadi pada perempuan. Dalam banyak kasus skizofrenia, gangguan berkembang sangat lambat sehingga penderita tidak tahu bahwa ia memiliki penyakit tersebut dalam waktu yang lama. Sementara, pada beberapa orang lainnya gejala dapat menyerang dengan tiba-tiba dan berkembang dengan cepat.

Istilah "skizofrenia" berasal dari bahasa Inggris yaitu "schizophrenia" yang memiliki arti "pikiran terbagi atau terpecah" di mana hal itu mengacu pada terganggunya keseimbangan pada emosi dan pikiran.

Skizofrenia adalah diagnosis psikiatri yang menggambarkan gangguan mental yang ditandai oleh kelainan dalam persepsi atau ungkapan realitas.

Menurut laporan World Health Organisation (WHO) 2010 tentang Global Burden Disease, penyakit skizofrenia sudah perlu diwaspadai. Pasalnya kini telah terjadi perubahan jenis penyakit yang menimbulkan beban bagi negara secara global, dari sebelumnya kematian ibu dan anak menjadi penyakit kronis termasuk kesehatan jiwa.

Penyebab Skizofrenia (Schizofrenia)
Penyebab pasti dari penyakit skizofrenia belum diketahui. Namun, beberapa peneliti percaya bahwa penyakit ini dapat terjadi akibat unsur kimia pada otak bermasalah, termasuk neurotransmiter dopamin dan glutamat. Hal ini terlah dibuktikan dari sebuah studi neuro-imaging yang menunjukkan perbedaan dalam struktur otak dan sistem saraf pusat dari penderita skizofrenia. Selain itu, para peneliti juga percaya bahwa faktor genetika dan lingkungan turut berkontribusi dalam perkembangan penyakit ini. Namun, ada beberapa faktor yang tampaknya dapat meningkatkan risiko penyakit ini timbul dan berkembang, seperti:
  1. Kondisi hidup yang penuh stres
  2. Sering mengkonsumsi obat psikoaktif selama masa remaja dan dewasa muda
  3. Sering terkena paparan virus, racun, atau kekurangan gizi selama masa kehamilan, khususnya pada trimester pertama dan kedua
Secara biologis, skizofrenia disebabkan karena peningkatan neurotransmitter dopamin di otak, sehingga dapat timbul gejala-gejala perilaku, gangguan persepsi (mendengar suara meskipun tidak ada sumber suara), gangguan isi pikir yang berupa keyakinan-keyakinan tertentu yang tidak wajar, dan lain-lain.
Secara psikologis, Bambang menjelaskan, pola asuh dan stresor lingkungan juga berperan dalam membentuk pola perilaku yang rentan terhadap gangguan jiwa, begitu juga kondisi sosial, sipitual, maupun budaya. Namun skizofrenia bukanlah penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Menurut Bambang, pengidap skizofrenia bisa disembuhkan, asalkan pendekatan terapinya bersifat menyeluruh.


Lima Sub Tipe Skizofrenia
Skizofrenia dibedakan menjadi lima subtipe, yakni:
1. Paranoid
Orang yang mengalami hal ini akan sering berkhayal dan mengalami halusinasi, biasanya pada pendengaran. Penderitanya sering mendengar suara-suara pada telinganya, padahal suara itu tidak didengarkan oleh orang lain. Namun, fungsi intelektual dari penderitanya biasanya relatif normal. Jika seseorang mengalami paranoid, biasanya penderitanya biasanya lebih sering menunjukkan kemarahan, bersikap acuh tak acuh, dan cemas. Namun, hal ini masih bisa disembuhkan.

2. Katatonik
Orang yang mengalami subtipe dari skizofrenia ini seringkali melakukan kegiatan dan gerakan yang tidak berarti. Mereka juga akan menarik diri dari lingkungan sosial. Mereka lebih senang menyendiri dan tidak melakukan interaksi dengan orang lain.

3. Tidak teratur
Jenis skizofrenia ini ditandai dengan ucapan dan perilaku yang tidak teratur atau sulit dipahami, misalnya tertawa tanpa alasan yang jelas. Mereka juga sering meluapkan emosi yang tidak pantas. Selain itu, orang yang mengalami hal ini akan terlihat sibuk dengan pemikiran atau persepsi mereka sendiri. Sangat kecil kemungkinan untuk menyembuhkan jenis skizofrenia ini.

4. Diferentiatif
Dibandingkan dengan subtipe lainnya, jenis skizofrenia ini adalah jenis yang paling banyak dialami oleh para penderitanya. Gejala yang ditimbulkan merupakan kombinasi dari beberapa subtipe dari skizofrenia.

5. Residual
Orang yang mengalami hal ini biasanya tidak akan menunjukkan gejala-gejala positif dari penyakit skizofrenia, seperti berkhayal, halusinasi, tidak teratur dalam berbicara dan berperilaku. Biasanya, jenis penyakit ini akan terdiagnosa setelah salah satu dari empat subptipe skizofrenia telah terjadi.

Meski sudah dijelaskan mengenai subtipe dari penyaki skizofrenia, namun sangat sulit untuk menentukan jenis skizofrenia mana yang dialami oleh si penderita. Sebab, mayoritas dari penderita akan menunjukkan gejala-gejala yang hampir sama dengan penderita lainnya.

Namun, bila penderita sudah menunjukkan beberapa gejala yang dianggap sudah mewakili penyakit ini, maka pengobatan harus dilakukan dengan cepat. Sebab, bila tidak, hal ini dapat menimbulkan beberapa masalah lain. Seringkali, penderita ingin berbuat sesuatu yang dapat menyakiti dirinya sendiri. Bila hal itu tidak berhasil dilakukan, mereka mungkin akan mencoba untuk bunuh diri.

Tanda dan Gejala Skizofrenia
Tanda dan gejala yang dialami oleh penderita skizofrenia seringkali dikaitkan dengan penyakit mental lainnya. Sebab, tanda dan gejala dari penyakit ini memang hampir sama dengan tanda dan gejala dari penyakit mental lainnya. Hal ini yang menyebabkan penyakit skizofrenia sulit untuk didiagnosis.

Tanda dan gejala dari penyakit ini dibagi menjadi tiga kategori:
1. Gejala positif
Fungsi otak dari penderita penyakit skizofrenia akan bekerja lebih aktif atau bisa dikatakan berlebihan. Hal ini menyebabkan otak bekerja dengan tidak normal. Akibatnya, penderita akan mengalami beberapa hal seperti berikut ini:

Berkhayal Ini merupakan hal yang paling umum dialami oleh para penderita skizofrenia. Mereka memiliki keyakinan yang berbeda dengan orang normal. Mereka akan melihat realitas yang berbeda pula. Selain itu, penderita juga sering salah menafsirkan persepsi.

Halusinasi Orang yang mengalami penyakit ini sering berhalusinasi. Mereka seringkali melihat atau mendengar hal-hal yang sebenarnya tidak ada.

Gangguan pikiran Penderita skizofrenia akan kesulitan berbicara dan mengatur pikirannya sehingga hal ini mengganggu kemampuan berkomunikasi.

Perilaku tidak teratur Orang yang mengalami skizofrenia sering berperilaku aneh, seperti anak kecil yang melakukan hal-hal konyol.

Selain keempat hal di atas, para penderitanya juga sering curiga dan mereka seolah-olah berada di bawah pengawasan yang ketat. Hal itu menyebabkan mereka merasa tertekan.

2. Gejala negatif
Gejala ini mengacu pada berkurangnya atau bahkan tidak adanya karakteristik fungsi otak yang normal. Gejala ini mungkin muncul disertai atau tanpa adanya gejala positif. Gejala-gejala yang ditimbulkan antara lain:

Sulit mengekspresikan emosi
Menarik diri dari lingkungan sosial
Kehilangan motivasi
Tidak minat melakukan kegiatan sehari-hari
Mengabaikan kebersihan pribadi Gejala-gejala tersebut seringkali dianggap sebagai kemalasan yang biasa dialami oleh tiap orang. Namun, hal itu ternyata keliru.

3. Gejala kognitif
Jenis gejala ini akan menimbulkan masalah pada proses berpikir. Tanda dan gejala yang mungkin timbul, antara lain:

Masalah dalam membuat informasi yang masuk akal dan dapat dimengerti
Sulit berkonsentrasi
Masalah pada memori otak Selain ketiga gejala di atas, penyakit skizofrenia juga akan menimbulkan masalah pada suasana hati. Para penderitanya akan mengalami depresi, cemas, dan seringkali mencoba untuk bunuh diri. Gejala-gejala dari penyakit ini lambat laun dapat melumpuhkan para penderitanya. Sebab, hal ini sangatlah mengganggu kemampuan mereka untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari.

Namun, apabila penderitanya masih berusia remaja, gejala yang ditimbulkan sulit untuk dideteksi dan kemudian dianggap sebagai penyakit skizofrenia. Sebab, pada usia tersebut mereka pasti akan mengalami hal-hal ini yang ternyata merupakan gejala dari penyakit skizofrenia:

Menarik diri dari keluarga dan teman
Penurunan kinerja di sekolah
Sulit tidur
Cepat emosi Namun, bila dibandingkan dengan orang dewasa, anak muda kurang cenderung mengalami khayalan dan lebih cenderung mengalami halusinasi visual.

Pengobatan Konvensional (Medis)
Tidak ada cara pasti untuk mencegah penyakit skizofrenia. Namun, pengobatan dini dapat membantu mencegah kekambuhan dan memburuknya gejala yang timbul akibat dari penyakit ini. Bila tidak diobati, penyakit ini dapat menimbulkan masalah pada emosi, perilaku, dan kesehatan yang semakin lama akan semakin memburuk. Oleh karena itu, segeralah untuk memeriksakan diri ke dokter. Bila Anda telah menduga bahwa Anda mengalami skizofrenia, bicaralah ke dokter Anda. Sebab, dokter akan langsung meminta Anda untuk melakukan pemeriksaan. Beberapa jenis tes dan ujian yang umumnya dilakukan oleh dokter, antara lain:
  • Tes laboratorium
Dokter akan melakukan tes darah, misalnya dengan melakukan penghitungan sel darah secara lengkap (CBC). Hal ini dapat membantu Anda untuk menyingkirkan kondisi lain yang menimbulkan gejala serupa. Selain itu, dokter mungkin akan merekomendasikan kepada Anda untuk melakukan skrining untuk alkohol dan obat-obatan.
  • Tes pencitraan dengan menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) dan computed tomography (CT) scan.
  • Evaluasi psikologis
Dokter akan memeriksa status mental Anda dengan cara mengamati penampilan dan sikap Anda. Dokter akan mengajukan pertanyaan seputar pikiran, suasana hati, khayalan, halusinasi, penyalahgunaan zat, dan potensi percobaan bunuh diri.

Bila dokter sudah menetapkan bahwa Anda mengalami penyakit skizofrenia, dokter pasti akan langsung merujuk Anda untuk melakukan pengobatan. Penyakit ini mruapakan suatu kondisi kronis yang mengharuskan penderitanya untuk melakukan pengobatan seumur hidup mereka walaupun gejala yang timbul juga telah mereda. Anda dapat melakukan pengobatan dengan cara menggunakan obat-obatan atu dengan terapi psikososial.

1. Obat-obatan

Pengobatan dasar untuk mengatasi penyakit skizofrenia adalah dengan menggunakan obat-obatan. Obat antipsikotik adalah obat yang paling sering digunakan untuk mengobati penyakit ini. Jenis obat ini dapat mengontrol gejala karena obat ini dapat mempengaruhi neurotransmitter otak dopamin dan serotonin.

Pilihan pengobatan juga disesuaikan dengan keadaan dari penderitanya. Bila si penderita merupakan pribadi yang tidak disiplin dan pelupa, dokter mungkin akan memberikan obat dengan cara disuntikkan, bukan dalam bentuk pil yang sering dilupakan.

Selain itu, apabila si penderita adalah pribadi yang gelisah, dokter akan melakukan pengobatan awal dengan memberikan obat penenang, seperti benzodiazepin dan lorazepam (Ativan), di mana obat tersebut dapat dikombinasikan dengan obat antipsikotik. Berikut jenis-jenis obat yang dapat Anda gunakan untuk menangani penyakit ini:
  • Obat konvesional atau tipikal dan obat antipsikotik
Jenis obat ini memiliki efek samping neurologis yang berpotensi untuk mengembangkan gangguan pada gerakan (tardive dyskinesia). Beberapa macam dari jenis obat ini, antara lain Chlorpromazine, Fluphenazine, Haloperidol (Haldol), dan Perphenazine. Selain itu, Anda juga dapat menggunakan obat antipsikotik yang dapat mengontrol tanda dan gejala dari penyakit skizofrenia dengan dosis serendah mungkin.
  • Obat antipsikotik atipikal
Ini merupakan jenis obat baru yang juga digunakan untuk mengatasi penyakit skizofrenia. Obat ini juga lebih banyak disukai karena memiliki risiko efek samping yang ditimbulkan lebih rendah daripada obat konvensional. Efek samping dari jenis obat ini antara lain menambah berat badan, menimbulkan penyakit diabetes, dan kolestrol darah menjadi tinggi. Ada beberapa macam obat antipsikotik atipikal, misalnya Aripiprazole (Abilify), Clozapine (Clozaril, Fazaclo ODT), Olanzapine (Zyprexa), dan masih banyak lagi.

Dengan melakukan pengobatan dengan obat-obatan seperti di atas, kondisi Anda dapat Anda kelola dengan lebih mudah. Namun, karena banyak obat yang menimbulkan efek samping yang serius, banyak orang enggan untuk melakukan pengobatan dengan menggunakan obat-obatan.

2. Perawatan psikososial

Meskipun obat-obatan adalah landasan dari pengobatan penyakit skizofrenia, perawatan psikososial juga penting untuk dilakukan. Pada perawatan ini, Anda akan melakukan beberapa hal, seperti berikut:
  • Pelatihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi.
  • Terapi keluarga yang dapat memberikan dukungan dan pendidikan bagi keluarga yang berhubungan dengan penderita penyakit skizofrenia.
  • Rehabilitasi vokasional atau kejuruan dan dukungan pekerjaan guna membantu penderita skizofrenia untuk dapat mempertahankan pekerjaan mereka walaupun dalam kondisi krisis.
  • Terapi individu. Penderita akan diajari untuk mengelola stress dan mengidentifikasi tanda dan gejala sedini mungkin supaya mereka dapat menghindari kekambuhan.
Selain itu, bagi orang-orang yang memiliki risiko pada peningkatan penyakit skizofrenia dianjurkan untuk melakukan langkah-langkah proaktif, seperti menghindari penggunaan narkoba, mengurangi stres, dan tidur dengan cukup.

Dengan begitu, mereka dapat terbantu untuk meminimalkan gejala dan mencegah penyakit ini semakin memburuk. Dengan perawatan yang tepat, kebanyakan orang dengan skizofrenia dapat mengelola kondisi mereka.
 
Pengobatan Alternatif Skizofrenia dengan Tahitian Noni Bioactive Beverage 
Patent terapi Tahitian Noni Bioactive Beverage untuk Depresi :
E. TERAPI NEURODEGENERATIF, DEPRESI dan ADIKSI
  1. Metode dan Komposisi untuk Meng-inhibisi Monoamin Oksidase dan Katekol – O -Metiltransferase : kedua enzim tersebut berperan dalam oksidase dan metilasi neurotransmiter terutama untuk biosintesis Dopamin, Epinefrin, dan Norepinefrin serta Serotonin. Morinda Citrifolia L dapat mempertahankan fungsi koordinasi sistem saraf (mengatasi neurodegeneratif dan gangguan neurologi ) pada kasus parkinson, depresi, alzeimer dan sejenisnya. WO/2005/086937
  2. Metode dan Komposisi untuk mereaktivasi Asetilkolinesterase : Morinda Citrifolia L dapat diaplikasikan untuk mentritmen pasien yang mengalami gangguan aktivitas kolinesterase akibat inhibisi tabun, sarin, VX, orgnofosfat dan agen kimia sisa peperangan. WO/2005/086834
  3. Formula dan Metode Naturaseutikal untuk penyembuhan dan Prevensi Sakit Kepala Migrain: Kandungan bioaktif Xeronin dalam TNBB memiliki efek neuroproteksi dan fungsionalisasi berbagai protein vaskuler. Mampu mencegah abnormalisasi lepas muatan listrik di sistem trigeminovaskuler dan mencegah vasonkonstriksi, serta mencegah pengaruh penurunan kadar serotonin sewaktu serangan migrain. Serotonin merupakan neurotransmiter yang berperan dalam komunikasi antara otak dan tubuh secara keseluruhan. Kadarnya menurun ketika terjadi serangan migrain sehingga memicu terjadinya nyeri migrain USPTO 20030108630
  4. Metode penyembuhan Gangguan Penglihatan dengan Aplikasi Propllaktik Naturaseutikal Dasar Morinda Citrifolia L: dengan di minumkan dan diteteskan di mata untuk kasus galukoma, retinopati diabetes, retinitis pigmentosa, katarak dan degenerasi makular USPTO 20030134002
  5. Antagonis Reseptor Asetikolin Nikotinik: Morinda Citrifolia L diapikasikan untuk tritment, dan mencegah komplikasi gangguan primer aktivitas nAchRs, serta inhibisi dan prevensi adiksi produk tembakau atau nikotin. Dapat meningkatkan efektivitas manajemen antagonis reseptor asetilkon nikotinik pada pasien adiksi nikotin dengan cara mengeliminasi efek samping obat ketika bekerja pada nAchR dan kandungan Xeronin efektif untuk tritmen pasien adiksi rokok dan obat-obatan, tanpa disertai ketegangan USPTO 20060280818
  6. Formula dan Metode untuk Prevensi dan Mentritmen Penyalahgunaan Obat dan Adiksi: USPTO 20070166416
  7. Pemanfaatan Komposisi Morinda Citrifolia L: untuk terapi Tinitus ditingkatkan dengan komposisi likopen, vitamin C, koenzim Q10 dan Glinggo biloba, hasil uji klinik terhadap pasien pria lansia 87 thn yang mengalami serangan tinitus hebat selama beberapa tahun terakhir, memperlihatkan efek terapeutik Morinda Citrifolia L, dosis 30 ml/hari selama 3 bulan, ditandai dengan penurunan gangguan kebisingan sebesar 75% dari durasi harian dan intensitas maksimal kebisingan juga menurun secara signifikan. Setelah 5 bulan menjalani terapi tersebut. Serangan kebisingan hanya terjadi sesekali. WO/2001/064231
  8. Inhibisi Diston Deasetilase (HDAC) dan Enzim Pengkonversi Faktor Nekrosis Tumor (TACE): Morinda Citrifolia sebagai prevensi dan tritmen neurodegenerative dan inflamasi kronis (penyakit Hutington, arthritis rhematoid atau kondisi sejenisnya) sehingga gejala penyakit itu tereduksi atau tereliminasi tanpa resiko efek samping apapun. EP1726309
 


  

 
0 Comments
Komentar

No comments:

Post a Comment