Herpes
genitalis merupakan infeksi pada genital dengan gejala khas berupa vesikel yang
berkelompok dengan dasar eritem bersifat rekuren. Herpes genitalis terjadi pada
alat genital dan sekitarnya (bokong, daerah anal dan paha).
Ada dua macam tipe
HSV yaitu : HSV-1 dan HSV-2 dan keduanya dapat menyebabkan herpes genital.
Infeksi HSV-2 sering ditularkan melalui hubungan seks dan dapat menyebabkan
rekurensi dan ulserasi genital yang nyeri. Tipe 1 biasanya mengenai mulut dan
tipe 2 mengenai daerah genital.
Epidemiologi
Penyakit
ini tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi
yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh HSV tipe 1 biasanya dimulai pada usia
anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe 2 biasanya terjadi pada dekade II atau
III dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual.
Patofisiologi
Bila seseorang terpajan HSV, maka infeksi dapat terbentuk
episode I infeksi primer (inisial), episode I non infeksi primer, infeksi
rekurens, asimtomatik atau tidak terjadi infeksi sama sekali. Pada episode I
infeksi primer, virus yang berasal dari luar masuk ke dalam tubuh hospes.
Kemudian terjadi penggabungan dengan DNA hospes tersebut dan mengadakan
multiplikasi/ replikasi serta menimbulkan kelainan pada kulit. Pada waktu itu
hospes sendiri belum ada antibodi spesifik, hal ini bisa mengakibatkan
timbulnya lesi pada daerah yang luas dengan gejala konstitusi berat.
Selanjutnya virus menjalar melalui serabut saraf sensorik ke ganglion saraf
regional (ganglion sakralis) dan menetap di sana serta bersifat laten.
Pada episode I non infeksi primer, infeksi sudah lama berlangsung,
tetapi belum menimbulkan gejala klinis, tubuh sudah membentuk zat anti sehingga
pada waktu terjadinya episode I ini, kelainan yang timbul tidak seberat episode
I dengan infeksi primer.
Bila pada suatu waktu ada faktor pencetus (trigger factor),
virus akan mengalami reaktivasi dan multiplikasi kembali, sehingga terjadilah
infeksi rekurens. Pada saat ini dalam tubuh hospes sudah ada antibodi spesifik,
sehingga kelainan yang timbul dan gejala konstitusinya tidak seberat pada waktu
infeksi primer. Trigger factor tersebut antara lain adalah trauma,
koitus yang berlebihan, demam, gangguan pencernaan, stress emosi, kelelahan,
makanan yang merangsang, alkohol, obat-obatan (imunosupresif, kortikosteroid)
dan pada beberapa kasus sukar diketahui dengan jelas penyebabnya. Ada beberapa
pendapat mengenai terjadinya infeksi rekurens : (1). Faktor pencetus akan
mengakibatkan reaktivasi virus dalam ganglion dan virus akan turun melalui
akson saraf perifer ke sel epitel kulit yang dipersarafinya dan di sana akan mengalami
replikasi dan multiplikasi serta menimbulkan lesi. (2). Virus secara
terus menerus dilepaskan ke sel-sel epitel dan adanya faktor pencetus ini
menyebabkan kelemahan setempat dan menimbulkan lesi rekurens.
Orang yang
berisiko menderita HERPES GENITALIS
a.
Memiliki
banyak atau berganti-ganti pasangan,
b.
Tidak
menggunakan kondom saat berhubungan intim
c.
Memiliki
pasangan dengan sejarah mempunyai penyakit IMS (Infeksi Menular Seksual)
d.
Memiliki
pasangan hubungan dan tidak tahu sejarah penyakit IMS-nya
e.
Melakukan
hubungan intim melalui vagina,oral atau anal dengan pasangan yang memiliki
tanda-tanda dan gejala herpes genitalis
Gejala Klinis
Manifestasi klinis dapat dipengaruhi oleh faktor hospes,
pajanan terdahulu dari HSV, episode terdahulu dan tipe virus. Masa inkubasi
umumnya berkisar antara 3-7 hari, tetapi dapat lebih lama. Gejala yang timbul
dapat bersifat berat, tetapi bisa juga asimtomatik, terutama bila lesi
ditemukan pada daerah servix. Pada penelitian retrospektif 50-70 % infeksi
HSV-2 adalah asimtomatik.
Biasanya didahului rasa terbakar dan gatal pada daerah lesi
yang terjadi beberapa jam sebelum timbulnya lesi. Setelah lesi
timbul dapat disertai gejala konstitusi seperti malaise, demam dan nyeri otot. Lesi pada kulit
berbentuk vesikel yang berkelompok dengan dasar eritem. Vesikel ini mudah pecah
dan menimbulkan erosi multipel. Tanpa infeksi sekunder, penyembuhan terjadi
dalam waktu lima sampai tujuh hari dan tidak terjadi jaringan parut, tetapi
bila ada infeksi sekunder, penyembuhan memerlukan waktu lebih lama dan
meninggalkan jaringan parut.
Pada infeksi inisial gejalanya lebih
berat dan berlangsung lebih lama. Kelenjar limfe regional dapat membesar dan
nyeri pada perabaan. Infeksi di daerah servix dapat menimbulkan beberapa
perubahan termasuk peradangan difus, ulkus multipel sampai terjadinya ulkus
yang besar dan nekrotik. Tetapi dapat juga tanpa gejala klinis. Pada saat
pertama kali timbul, penyembuhan memerlukan waktu yang cukup lama, dapat 2
sampai 4 minggu, sedangkan pada serangan berikutnya, penyembuhan akan lebih
cepat. Disamping itu pada infeksi pertama dapat terjadi disuria bila lesi
terletak di daerah uretra dan periuretra, sehingga dapat menimbulkan retensi
urin. Hal lain yang menyebabkan retensi urin adalah lesi pada daerah sakral
yang menimbulkan mielitis dan radikulitis.
Infeksi rekurens dapat terjadi dengan
cepat/ lambat, sedangkan gejala yang timbul biasanya lebih ringan, karena telah
ada antibodi spesifik dan penyembuhan juga akan lebih cepat. Seperti telah
disebutkan di atas, infeksi inisial dan rekurens selain disertai gejala klinis
dapat juga tanpa gejala. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya antibodi
terhadap HSV-2 pada orang yang tidak ada riwayat penyakit herpes genitalis
sebelumnya. Adanya antibodi terhadap HSV-1 menyebabkan infeksi HSV-2 lebih
ringan. Hal ini memungkinkan infeksi inisial HSV-2 berjalan asimtomatik pada
penderita yang pernah mendapat infeksi HSV-1.
Tempat predileksi pada pria biasanya di
preputium, glans penis, corpus penis, dapat juga di uretra dan daerah anal
(para homoseks), sedangkan daerah skrotum jarang terkena. Lesi pada wanita
dapat ditemukan di daerah labia mayor/ minor, klitoris, introitus vaginae,
servix; sedangkan pada daerah perianal, gluteus dan mons pubis jarang
ditemukan. Infeksi pada wanita sering dihubungkan dengan servisitis, karena itu
perlu dilakukan pemeriksaan sitologi secara teratur
a.
Herpes Genitalis
pada KEHAMILAN
Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu
mendapat perhatian yang serius karena virus dapat sampai ke sirkulasi janin
melalui plasenta serta dapat menimbulkan kerusakan atau kematian pada janin.
Infeksi neonatal mempunyai angka mortalitas 60 %, separuh dari yang hidup
menderita cacat neurologis atau kelainan pada mata.
Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa ensefalitis,
mikrosefali, hidrosefali, koroidoretinitis, keratokonjungtivitis atau
hepatitis; di samping itu dapat juga timbul lesi pada kulit. Di Amerika Serikat
frekuensi herpes neonatal adalah 1 per 7500 kelahiran hidup. Bila transmisi
terjadi pada trimester I cenderung mengakibatkan abortus; sedangkan bila pada
trimester II, terjadi prematuritas. Selain itu dapat terjadi transmisi pada
saat intrapartum
b.
Herpes Genitalis
pada Immunodefisiensi
Herpes genitalis merupakan suatu problem pada penderita
dengan imunodefisiensi, oleh karena kelainan yang ditemukan cukup progresif
berupa ulkus yang dalam di daerah anogenital. Disamping itu, lesi juga lebih
luas dibandingkan dengan keadaan biasanya. Pada keadaan imunodefisiensi yang
tidak berat didapatkan keluhan rekurensi yang lebih sering dengan penyembuhan
yang lebih lama.
Penularan
Penyakit Herpes Genitalis
Penularan
Secara Horisontal.
Transmisi secara
horisontal terjadi ketika seorang individu yang seronegatif berkontak dengan
individu yang seropositif melalui vesikel yang berisi virus aktif (81-88%),
ulkus atau lesi HSV yang telah mengering (36%) dan dari sekresi cairan tubuh
yang lain seperti salivi, semen, dan cairan genital (3,6-25%). Adanya kontak
bahan-bahan tersebut dengan kulit atau mukosa yang luka atau pada beberapa
kasus kulit atau mukosa tersebut maka virus dapat masuk kedalam tubuh host yang
baru dan mengadakan multiplikasi pada inti sel yang baru saja dimasukinya.
Dengan kata lain penularan secara horisontal ini adanya kontak kulit penderita
penyakit virus herpes simplex dengan orang lain.
Penularan
Secara Vertikal.
Penularan secara
vertikal penyakit herpes simplex terjadi ketika ibu hamil memiliki virus HSV-1
dan atau HSV-2. Apabila infeksi terjadi pada trimester I biasanya akan terjadi
abortus (keguguran) dan pada bila infeksi terjadi pada trimester II akan
terjadi kelahiran prematur. Bayi dengan infeksi HSV mempunyai angka mortalitas
kurang lebih sekitar 60 % dan separuh dari yang hidup tersebut akan mengalami
gangguan syaraf pusat dan mata. Infeksi primer yang terjadi pada masa-masa
akhir kehamilan akan memberikan prognosis yang lebih buruk karena tubuh ibu
belum sempat membentuk antibodi (terbentuk 3 sampai 4 minggu setelah virus
masuk kedalam tubuh seseorang) untuk selanjutnya disalurkan kepada fetus
sebagai suatu antibodi neutralisasi transplasental dan hal ini akan
mengakibatkan 30 sampai 57% bayi yang dilahirkan terinfeksi HSV dengan berbagai
komplikasinya.
Pencegahan
Penyakit Herpes Genitalis.
Pencegahan
terhadap penyakit virus herpes simplek dapat dilakukan dengan menggunakan suatu
barrier protection (kondom) untuk mencegah kontak dengan cairan genital yang
mengandung virus. Kondom yang terbuat dari latek menyebabkan virus tidak dapat
melaluinya serta kandungan spermatisid (nonoxynol-9) dapat membunuh virus
secara invitro. Efektivitas kondom sebagai pencegah transmisi HSV atau penyakit
kelamin lainnya hanya sekitar 75 %, karena keterbatasan kondom yang tidak dapat
menutup semua bagian penis (batang penis) maka hal itu masih memungkinkan
adanya kontak dengan cairan genital yang mengandung virus. Pencegahan kontak
dengan saliva penderita HSV dapat dilakukan dengan menghindari berciuman dan
menggunakan alat-alat makan penderita serta menggunakan obat kumur yang
mengandung antiseptik yang dapat membunuh virus sehingga menurunkan risiko
tertular.
Selain
melakukan pencegahan di atas, untuk mencegah penyakit herpes genitalis dan
penyakit menular seksual lainnya, yang paling mudah adalah dengan tidak
melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang telah terinfeksi PMS (penyakit
menular seksual). Namun hal ini tentunya tidak mudah dilakukan, karena itu bisa
juga dengan melakukan cara-cara lain seperti :
a.
Selalu
menjaga kebersihan dan kesehatan organ genital (atau alat kelamin pria dan
wanita) secara teratur.
b.
Setia
kepada pasangan. Kita tidak pernah tahu apakah pasangan seksual yang lain
terinfeksi penyakit herpes simplex atau tidak.
c.
Jangan
lupa menggunakan kondom, bila pasangan kita sudah terinfeksi penyakit herpes
simplex atau penyakit menular seksual lainnya.
d.
Biasakan
meminta jarum suntik baru setiap kali menerima pelayanan medis yang menggunakan
jarum suntik. Selain bisa mencegah tertular penyakit herpes simplex, cara ini
juga bisa mencegah penyakit yang lebih berbahaya seperti HIV AIDS dan penyakit
hepatitis B.
Pemeriksaan
Laboratorium Penyakit Herpes Genitalis.
Pemeriksaan
laboratorium dilakukan untuk menemukan virus herpes simplex yang ada di dalam
tubuh. Pemeriksaan laboratorium terhadap virus herpes simplex sebagian besar
dilakukan hanya untuk mereka yang terinfeksi HSV tipe 2. Sedangkan untuk
mengetahui apakah luka yang diderita penderita herpes simplex ini akibat virus
HSV atau bukan, maka tes yang lain perlu dilakukan. Tanda-tanda pada permukaan
sel yang terinfeksi oleh virus herpes simplex akan diketahui dari hasil
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorum ini juga bisa mengungkap
perbedaan antara HSV-1 dan HSV-2. Umumnya pemeriksaan laboratorium ini meliputi
IGg dan IgM baik itu untuk HSV-1 maupun HSV-2
Pemeriksaan
laboratorium yang paling sederhana adalah Tes Tzank diwarnai dengan pengecatan
giemsa atau wright, akan terlihat sel raksasa berinti banyak. Sensitifitas dan
spesifitas pemeriksaan ini umumnya rendah.
Pencegahan
Beberapa usaha pencegahan yang bisa
anda lakukan untuk menghindarkan diri anda agar tidak tertular herpes genitalis
antara lain :
a.
Usahakan hanya memiliki satu
pasangan (monogamy) dan mengetahui
status penyakit IMS pasangan anda dan sehingga anda dapat mengetahui dan
meminimalisir dari penularan herpes genitalia
b.
Menggunakan kondom lateks secara
konsisten dan benar ketika berhubungan untuk mengurangi risiko penularan
herpes.
c.
Setiap tanda gejala outbreak/serangan wabah adalah merupakan
tanda untuk berhenti berhubungan seksual.
d.
Jika seseorang telah didiagnosis dan
diobati sebagai penderita herpes, dia harus menghubungi semua pasangannya untuk
melakukan konsultasi dengan dokter atau tempat pelayanan kesehatan.
e.
Dengan tidak melakukan hubungan
adalah cara paling aman dan pasti untuk menghindari penularan atau tertularnya
infeksi herpes.
Komplikasi
a.
Pada Ibu hamil yang mengalami infeksi herpes aktif pada
alat kelamin atau di jalan lahir mereka ketika mereka menularkan infeksi pada
bayi mereka yang baru lahir, hal ini dapat menyebabkan kondisi yang sangat
berbahaya bagi bayi, antara lain infeksi otak (meningitis, ensefalitis),
infeksi kulit kronis, keterlambatan perkembangan yang berat, atau kematian.
b.
Risiko tertinggi pada bayi terjadi ketika seorang
wanita terinfeksi HSV selama kehamilan dan mengalami masa outbreak primer pada waktu penularan kepada bayi.
c.
Wanita yang memiliki riwayat herpes tetapi yang hanya
memiliki sesekali outbreak biasanya jarang menularkan infeksi kepada
bayinya.
d.
Pada Orang-orang dengan outbreak herpes aktif lebih mungkin untuk tertular HIV (virus
penyebab AIDS), dan orang-orang HIV-positif dengan herpes wabah aktif lebih
mungkin untuk menularkan HIV kepada orang lain.
e.
Pada orang-orang dengan sistem kekebalan atau imunitas
tubuh yang lemah (seperti pada orang yang menderita AIDS, menjalani terapi
kemoterapi, atau konsumsi kortison dosis tinggi), herpes dapat menyebabkan
komplikasi berat pada otak, mata, tenggorokan, hati, sumsum tulang belakang,
atau paru-paru.
Pengobatan Herbal Alami Herpes Genitalis
dengan Tahitian Noni Bioactive Beverage
Berikut ini
adalah hasil-hasil uji klinik TAHITIAN NONI Bioactive Beverage karya para peneliti
Departemen R&D Tahitian Noni International Inc. (mencapai 58
topik publikasi uji klinik), namun pada pembahasan
ini ditampilkan yangberhubungan dengan penyakit Herpes genitalis atau penyakit
kelamin lainnya :
1.
TAHITIAN NONI Bioactive Beverage Sumber Antioksidan Superior
Guna Membantu Tubuh mengatasi Radikal Bebas Berbahaya. Uji
klinik pada manusia double-blind dilakukan terhadap 68 perokok aktif.
Hasilnya, efek mengkonsumsi TAHITIAN NONI Bioactive Beverage (2
oz/hari) selama 1 bulan signifikan mereduksi radikal bebas plasma untuk
jenis SAR (27%)
dan LPO (23%) dibamdingkan plasebo (Wang, min-Yang et al. XI Biennial Meeting of the Society for Free
Radical Research International, 2002)
2.
TAHITIAN NONI Bioactive Beverage Meningkatkan Energi dan Kekuatan
Fisik.
Uji klinik pada manusia dilakukan terhadap 40 atlet
terlatih pemeriksaan treadmill dan darah. Hasilnya, efek mengkonsumsi
TAHITIAN NONI Bioactive (100 mL) selama 3 minggu meningkatkan time exhaustion (21%), dan
menurunkan semiluminesen darah (25%) (Palu, Afa K. et al. Journal of Medicinal
Plant Research, 2008)
3.
TAHITIAN NONI Bioactive Beverage Meningkatkan Fungsi Sistem Imun.
Uji klinik pada manusia dilakukan terhadap 12 relawan
yang sehat. Hasilnya, efek mengkonsumsi TAHITIAN NONI Bioactive (330 mL)
selama 8 minggu signifikan mereduksi MDA, meningkatkan aktivitas IL-2 dan
sel NK, tanpa memicu efek samping.
Selain uji klinik yang resmi diprogramkan Tahitian Noni
International Inc., efikasi Morinda citrifolia L. juga cukup menarik
perhatian para ilmuan biomedik dari berbagai negara. Misalnya, Departemen
Kesehatan Amerika menghibahkan dana penelitian untuk uji klinik fase- 1
mengenai toleransi dosis dan toksisitas produk olahan Morinda citrifolia
L. 2000 mg selama 28 hari.
Dosis ini terus ditingkatkan dengan penambahan 2000 mg
selama 28 hari. Dosis ini terus ditingkatkan dengan penambahan 2000
mg/hari, sampai tercapai dosis maksimal 10 gram per hari (Isset et al.
Qual Life Res, 2005). Dosis aman ini setara dengan 200 mL (secangkir)
TAHITIAN NONI Bioactive. Berdasarkan uji klinik tahap- 1, maka jus noni
dikategorikan aman dijadikan sumber nutrisi untuk meningkatkan kualitas
kesehatan.
Dan masih banyak lagi riset tentang Morinda citrifolia L.
sebagai produk naturaseutikal atau etnomedika terpopuler di dunia. Sampai
akhir tahun 2008 saja diperkirakan lebih dari 300 Jurnal internasionlal
telah mempublikasikan keunggulan efek terapeutik Morinda citrifolia
L. sementara itu jus noni sebagai produk komersil nutrisi atau
suplemen dilaporkan telah memecahkan rekor penjualan tertinggi di
Amerika, dan dalam dua dekade terakhir tercatat sebagai produk botani
yang paling laris di dunia (News, Alternative Medicine, 2007). Jadi,
sangat wajar terjadi ledakan riset Morinda cifitrolia L. karena produk
komersilnya benar-benar digandrungi masyarakat global.
Terakhir, di bawah ini akan disarikan hasil-hasil riset
biomolekuler tentang Morinda cifitrolia L. (noni) karya para peneliti
lintas negara yang dipublikasikan melalui aneka jurnal internasional.
4.
TAHITIAN NONI Bioactive Beverage memodulasi
sistem imun melalui aktivitas reseptor kanabinoid-2 (CB2), mensupresi sitokin
IL-4 dan meningkatka produksi IFN-y.
Secara in vitro, TAHITIAN NONI Bioactive dan
konsentrat jus noni (1,5 mg/mL) berpotensi mengaktivasi reseptor CB2.
Sedang secara in vivo, hewan coba yang diminumkan TAHITIAN NONI Bioactive
selama 16 hari memperlihatkan penurunan produksi IL-4 dan peningkatan
IFN-y (Afa K.H. et al. J Ethnopharmacol, 2008).
5.
Morinda cifitrolia L. memiliki Potensi
Terapeutik untuk Kandidiasis dan Aspergilosis.
Ekstrak cair Morinda cifitrolia L. dapat mempengaruhi
konversi morfologi Candida albcans dari bentuk yeast menjadi filamentosa
di dalam serum serta menginhibisi germinasi spora Aspergillus nidulans
(Banerjee et al. Am J Chin Med, 2006).
6.
Ekstrak Morinda cifitrolia L. secara in
vitro memilki Aktivitas Antiviral, Antifungal, Anti Bakterial, serta aktivitas
Anti Komplemen.
Penelitian ini memperkuat manfaat anti-infeksi Morinda
cifitrolia L. yang secara tradisional diyakini oleh bangsa Polinesia
(Locher et al. Journal of Ethnopharmacology, 1995).
7.
Tahitian Noni Bioactive Beverage, mengobati kerusakan dermatologis