Efek Blog

Thursday 2 October 2014

Obat Herbal Penyakit Autis

Individu autis adalah individu yang sudah mendapat diagnosa sebagai memiliki gangguan perkembangan autisme sebelum usia 3 tahun, dengan manifestasi gangguan komunikasi, gangguan perilaku dan gangguan interaksi. Kadang mereka juga memiliki masalah lain seperti masalah makan, masalah tidur, gangguan sensoris dan sebagainya.

Autisme adalah :
  1. Gangguan perkembangan yang sangat kompleks pada anak. Gejala yang tampak adalah gangguan dalam bidang perkembangan: perkembangan interaksi dua arah, perkembangan interaksi timbal balik, dan perkembangan perilaku.
  2. Gangguan perkembangan syaraf kompleks dan ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku terbatas, berulang- ulang dan karakter stereotipe.
Insidensi Penyakit Autis
Angka kejadian autis terjadi pada 1 dari 110 anak di dunia lebih besar daripada total anak penderita kanker, diabetes dan AIDS. Di Amerika Serikat, perbandingan anak autis dengan yang normal 1:150, sementara di Inggris 1:100. Indonesia belum punya data akurat mengenai itu.
Patofisiologi Penyakit Autis
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk mengalirkan impuls listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik (dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu (korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak di bagian otak berwarna putih. Sel saraf berhubungan satu sama lain lewat sinaps.
Sel saraf terbentuk saat usia kandungan tiga sampai tujuh bulan. Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampai anak berusia sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan akson, dendrit, dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi dari lingkungan. Bagian otak yang digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.
kelainan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses – proses tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan otak.
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah tertentu. Pada gangguan autistik terjadi kondisi growth without guidance, di mana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangnya sel Purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel Purkinye diduga merangsang pertumbuhan akson, glia (jaringan penunjang pada sistem saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara abnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal mematikan sel Purkinye. Yang jelas, peningkatan brain derived neurotrophic faktor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel Purkinye.
Gangguan pada sel Purkinye dapat terjadi secara primer atau sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel Purkinye merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel Purkinye sudah berkembang, kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel Purkinye. Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses persepsi atau membedakan target, overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Kemper dan Bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus (bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan dalam proses memori).
Penelitian pada monyet dengan merusak hipokampus dan amigdala mengakibatkan bayi monyet berusia dua bulan menunjukkan perilaku pasif-agresif. Mereka tidak memulai kontak sosial, tetapi tidak menolaknya. Namun, pada usia enam bulan perilaku berubah. Mereka menolak pendekatan sosial monyet lain, menarik diri, mulai menunjukkan gerakan stereotipik dan hiperaktivitas mirip penyandang autisme. Selain itu, mereka memperlihatkan gangguan kognitif.
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara lain kecukupan oksigen, protein, energi, serta zat gizi mikro seperti zat besi, seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak antara lain alkohol, keracunan timah hitam, aluminium serta metilmerkuri, infeksi yang diderita ibu pada masa kehamilan, radiasi, serta kokain. 
Jenis/ Tipe Penyakit Autis
1. Gangguan autistik
Gejala ini sering diartikan orang saat mendengar kata autisme. Penderitanya memiliki masalah interaksi sosial, berkomunikasi, dan permainan imaginasi pada anak di bawah usia tiga tahun.
2. Sindrom Asperger
Anak yang menderita sindrom Asperger memiliki problem bahasa. Penderita sindrom ini cenderung memiliki intelegensi rata-rata atau lebih tinggi. Namun seperti halnya gangguan autistik, penderita kesulitan berinteraksi dan berkomunikasi.
3. Gangguan perkembangan menurun (PDD)
Gejala ini disebut juga non tipikal autisme. Penderita memiliki gejala-gejala autisme, namun berbeda dengan jenis autistik lainnya.
4. Sindrom Rett
Sindrom ini terjadi hanya pada anak perempuan. Mulanya anak tumbuh normal. Pada usia satu hingga empat tahun, terjadi perubahan pola komunikasi, dengan pengulangan gerakan tangan dan pergantian gerakan tangan.
5. Gangguan Disintegrasi Anak
Pada gejala autisme ini, anak tumbuh normal hingga tahun kedua. Selanjutnya anak akan kehilangan sebagian atau semua kemampuan komunikasi dan keterampilan sosialnya.Para peneliti memperkirakan kombinasi gen dalam keluarga menyebabkan subtipe autisme. Bahan kimia atau obat-obatan yang masuk dalam tubuh ibu selama kehamilan berperan dalam gejala autisme. Dalam beberapa kasus, autisme berkaitan dengan tingkat phenylketonuria (gangguan metabolisme yang disebabkan tidak adanya hormon tertentu), virus rubella, dan penyakit celiac (tidak mampu menoleransi gluten dalam tepung).

Walaupun penyebab autisme belum diketahui pasti, peneliti menilai autisme disebabkan ketidaknormalan bagian otak yang mengintrepretasi bahasa. Ketidakseimbangan kimiawi otak mempengaruhi terjadinya gejala autisme.
Penyebab Penyakit Autis
Penyebab pasti dari autisme belum diketahui pasti. Menurut CDC sejumlah faktor seperti kelainan genetik dan anak yang lahir dari orang tua yang usianya lebih dari 35 tahun telah dikaitan dengan autisme.
Para ilmuwan menyebutkan autisme terjadi karena kombinasi berbagai faktor, termasuk faktor genetik yang dipicu faktor lingkungan. Berikut adalah faktor-faktor yang diduga kuat mencetuskan autisme yang masih misterius ini.
  1. Genetik : Ada bukti kuat yang menyatakan perubahan dalam gen berkontribusi pada terjadinya autisme. Menurut National Institute of Health, keluarga yang memiliki satu anak autisme memiliki peluang 1-20 kali lebih besar untuk melahirkan anak yang juga autisme. Penelitian pada anak kembar menemukan, jika salah satu anak autis, kembarannya kemungkinan besar memiliki gangguan yang sama. Secara umum para ahli mengidentifikasi 20 gen yang menyebabkan gangguan spektrum autisme. Gen tersebut berperan penting dalam perkembangan otak, pertumbuhan otak, dan cara sel-sel otak berkomunikasi.
  2. Pestisida : Paparan pestisida yang tinggi juga dihubungkan dengan terjadinya autisme. Beberapa riset menemukan, pestisida akan mengganggu fungsi gen di sistem saraf pusat. Menurut Dr Alice Mao, profesor psikiatri, zat kimia dalam pestisida berdampak pada mereka yang punya bakat autisme.
  3. Obat-obatan : Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan memiliki risiko lebih besar mengalami autisme. Obat-obatan tersebut termasuk valproic dan thalidomide. Thalidomide adalah obat generasi lama yang dipakai untuk mengatasi gejala mual dan muntah selama kehamilan, kecemasan, serta insomnia. Obat thalidomide sendiri di Amerika sudah dilarang beredar karena banyaknya laporan bayi yang lahir cacat. Namun, obat ini kini diresepkan untuk mengatasi gangguan kulit dan terapi kanker. Sementara itu, valproic acid adalah obat yang dipakai untuk penderita gangguan mood dan bipolar disorder.
  4. Usia orangtua : Makin tua usia orangtua saat memiliki anak, makin tinggi risiko si anak menderita autisme. Penelitian yang dipublikasikan tahun 2010 menemukan, perempuan usia 40 tahun memiliki risiko 50 persen memiliki anak autisme dibandingkan dengan perempuan berusia 20-29 tahun. "Memang belum diketahui dengan pasti hubungan usia orangtua dengan autisme. Namun, hal ini diduga karena terjadinya faktor mutasi gen," kata Alycia Halladay, Direktur Riset Studi Lingkungan Autism Speaks.
  5. Perkembangan otak : Area tertentu di otak, termasuk serebal korteks dan cerebellum yang bertanggung jawab pada konsentrasi, pergerakan dan pengaturan mood, berkaitan dengan autisme. Ketidakseimbangan neurotransmiter, seperti dopamin dan serotonin, di otak juga dihubungkan dengan autisme.

Penelitian terbaru menitikberatkan pada kelainan biologis dan neurologis di otak, termasuk ketidakseimbangan biokimia, faktor genetik dan gangguan kekebalan.
Beberapa kasus mungkin berhubungan dengan: 
  • Infeksi virus (rubella kongenital atau cytomegalic inclusion disease)
  • Fenilketonuria (suatu kekurangan enzim yang sifatnya diturunkan) 
  • Sindroma X yang rapuh (kelainan kromosom).
Gejala Penyakit Autis/ Manifestasi Klinis
Penderita autisme klasik memiliki 3 gejala:
  1. gangguan interaksi sosial
  2. hambatan dalam komunikasi verbal dan non-verbal 
  3. kegiatan dan minat yang aneh atau sangat terbatas.
Sifat-sifat lainnya yang biasa ditemukan pada anak autis :
  • Sulit bergabung dengan anak-anak yang lain
  • Tertawa atau cekikikan tidak pada tempatnya
  • Menghindari kontak mata atau hanya sedikit melakukan kontak mata
  • Menunjukkan ketidakpekaan terhadap nyeri
  • Lebih senang menyendiri, menarik diri dari pergaulan, tidak membentuk hubungan pribadi yang terbuka
  • Jarang memainkan permainan khayalan
  • Memutar benda
  • Terpaku pada benda tertentu, sangat tergantung kepada benda yang sudah dikenalnya dengan baik
  • Secara fisik terlalu aktif atau sama sekali kurang aktif
  • Tidak memberikan respon terhadap cara pengajaran yang normal
  • Tertarik pada hal-hal yang serupa, tidak mau menerima/mengalami perubahan
  • Tidak takut akan bahaya
  • Terpaku pada permainan yang ganjil
  • Ekolalia (mengulang kata-kata atau suku kata)
  • Tidak mau dipeluk 
  • Tidak memberikan respon terhadap kata-kata, bersikap seolah-olah tuli
  • Mengalami kesulitan dalam mengungkapkan kebutuhannya melalui kata-kata, lebih senang meminta melalui isyarat tangan atau menunjuk
  • Jengkel/kesal membabi buta, tampak sangat rusuh untuk alasan yang tidak jelas
  • Melakukan gerakan dan ritual tertentu secara berulang (misalnya bergoyang-goyang atau mengepak-ngepakkan lengannya)
  • Anak autis mengalami keterlambatan berbicara, mungkin menggunakan bahasa dengan cara yang aneh atau tidak mampu bahkan tidak mau berbicara sama sekali. Jika seseorang berbicara dengannya, dia akan sulit memahami apa yang dikatakan kepadanya. Anak autis tidak mau menggunakan kata ganti yang normal (terutama menyebut dirinya sebagai kamu, bukan sebagai saya).Pada beberapa kasus mungkin ditemukan perilaku agresif atau melukai diri 
  • sendiri.
  • Kemampuan motorik kasar/halusnya ganjil (tidak ingin menendang bola tetapi dapat menyusun balok).
Gejala-gejala tersebut bervariasi, bisa ringan maupun berat. Selain itu, perilaku anak autis biasanya berlawanan dengan berbagai keadaan yang terjadi dan tidak sesuai dengan usianya.
Diagnosa Penyakit Autis
Autisme tidak dapat langsung diketahui pada saat anak lahir atau pada skrining prenatal (tes penyaringan yang dilakukan ketika anak masih berada dalam kandungan). Tidak ada tes medis untuk mendiagnosis autisme. Suatu diagnosis yang akurat harus berdasarkan kepada hasil pengamatan terhadap kemampuan berkomunikasi, perilaku dan tingkat perkembangan anak.
Karakteristik dari kelainan ini beragam, maka sebaiknya anak dievaluasi oleh suatu tim multidisipliner yang terdiri dari ahli saraf, psikolog anak-anak, ahli perkembangan anak-anak, terapis bahasa dan ahli lainnya yang berpengalaman di bidang autisme. Pengamatan singkat dalam satu kali pertemuan tidak dapat menampilkan gambaran kemampuan dan perilaku anak. Masukan dari orang tua dan riwayat perkembangan anak merupakan komponen yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis yang akurat.

PEMERIKSAAN PENUNJANG AUTISME
1.Childhood Autism Rating Scale (CARS)
2.Checklis for Autism in Toddlers (CHAT)
3.The Autism Screening Questionare
4.The Screening Test for Autism in Two-Years Old

PENGOBATAN /PENANGANAN / PENATALAKSANAAN / TERAPI AUTISME
Orang tua memainkan peran yang sangat penting dalam membantu perkembangan anak. Seperti anak-anak yang lainnya, anak autis terutama belajar melalui permainan. Bergabunglah dengan anak ketika dia sedang bermain, tariklah anak dari perilaku dan ritualnya yang sering diulang-ulang, dan tuntunlah mereka menuju kegiatan yang lebih beragam. Misalnya, orang tua mengajak anak mengitari kamarnya, kemudian tuntun mereka ke ruang yang lain. Orang tua perlu memasuki dunia mereka untuk membantu mereka masuk ke dunia luar.
Kata-kata pujian karena telah menyelesaikan tugasnya dengan baik, kadang tidak berarti apa-apa bagi anak autis. Temukan cara lain untuk mendorong perilaku yang baik dan untuk mengangkat harga dirinya. Misalnya berikan waktu lebih untuk bermain dengan mainan kesukaannya jika anak telah menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Anak autis belajar lebih baik jika informasi disampaikan secara visual (melalui gambar) dan verbal (melalui kata-kata). Masukkan komunikasi augmentatif ke dalam kegiatan rutin sehari-hari dengan menggabungkan kata-kata dan foto, lambang atau isyarat tangan untuk membantu anak mengutarakan kebutuhan, perasaan dan gagasannya.
Tujuan dari pengobatan adalah membuat anak autis berbicara. Tetapi sebagian anak autis tidak dapat bermain dengan baik, padahal anak-anak mempelajari kata-kata baru melalui permainan. Sebaiknya orang tua tetap berbicara kepada anak autis, sambil menggunakan semua alat komunikasi dengan mereka, apakah berupa isyarat tangan, gambar, foto, lambang, bahasa tubuh maupun teknologi. Jadwal kegiatan sehari-hari, makanan dan aktivitas favorit, serta teman dan anggota keluarga lainnya bisa menjadi bagian dari sistem gambar dan membantu anak untuk berkomunikasi dengan dunia di sekitarnya.

Program intervensi dini
Hal terpenting yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah menemukan program intervensi dini yang baik bagi anak autis. Tujuan pertama adalah menembus tembok penghalang interaksi sosial anak dan menitikberatkan komunikasi dengan orang lain melalui cara menunjuk jari, mengguanakan gambar dan kadang bahasa isyarat serta kata-kata.
Program intervensi dini menawarkan pelayanan pendidikan dan pengobatan untuk anak-anak berusia dibawah 3 tahun yang telah didiagnosis mengalami ketidakmampuan fisik atau kognitif.
Program intervensi dini terdiri dari:
- Terapi fisik dan terapi okupasional (pengobatan dengan memberikan pekerjaan/kegiatan tertentu)
- Terapi wicara dan bahasa
- Pendidikan masa kanak-kanak dini
- Perangsangan sensorik.
Program intervensi dini akan membantu orang tua dan anak autis pindah dari intervensi dini ke dalam sistem sekolah umum. Program ini juga akan membantu memilihkan lingkungan yang paling tepat untuk pendidikan anak autis, apakah di sekolah biasa atau di kelas khusus anak austik yang menawarkan pendidikan dan pelayanan pengobatan yang lebih intensif dengan jumlah murid yang terbatas.
Program pendidikan untuk anak autis sangat terstruktur, menitikberatkan kepada kemampuan berkomunikasi dan sosialisasi serta teknik pengelolaan perilaku positif. Strategi yang digunakan di dalam kelas sebaiknya juga diterapkan di rumah sehingga anak memiliki lingkungan fisik dan sosial yang tidak terlalu berbeda.
Dukungan pendidikan seperti terapi wicara, terapi okupasional dan terapi fisik merupakan bagian dari pendidikan di sekolah anak autis. Keterampilan lainnya, seperti memasak, berbelanja atau menyebrang jalan, akan dimasukkan ke dalam rencana pendidikan individual untuk meningkatkan kemandirian anak. Tujuan keseluruhan untuk anak adalah membangun kemampuan sosial dan berkomunikasi sampai ke tingkat tertinggi atau membangun potensinya yang tertinggi.
Tidak mudah menerima kenyataan bahwa anak anda adalah seorang autis. Orang tua seringkali mengalami tahapan emosional berupa duka, menyangkal, marah, depresi dan menerima. Konsultasi dengan ahli dapat membantu keluarga menerima diagnosis ini, melangkah ke depan dan mencari jalan terbaik untuk membantu anak mencapai potensinya yang tertinggi.
Pada masa remaja, beberapa perilaku agresif bisa semakin sulit dihadapi dan sering menimbulkan depresi. Kadang obat-obatan bisa membantu meskipun tidak dapat menghilangkan penyebabnya. Haloperidol terutama digunakan untuk mengendalikan perilaku yang sangat agresif dan membahayakan diri sendiri. Fenfluramin, buspiron, risperidon dan penghambat reuptake serotonin selektif (fluoksetin, paroksetin dan sertralin) digunakan untuk mengatasi berbagai gejala dan perilaku pada anak autis.
1.Fenfluramine
2.Lithium
3.Haloperidol
4.Naltrexone
Beberapa anak autis tumbuh dan menjalani hidup yang mandiri. Yang lainnya selalu membutuhkan dukungan dari lingkungan tempat tinggal dan tempatnya bekerja. Banyak ahli yang berpendapat bahwa masa depan anak autis sangat tergantung kepada besarnya kemampuan berbahasa yang dicapai oleh anak ketika berusia 7 tahun
Seksualitas pada Remaja Penderita Autis
Selain gangguan perilaku dan gangguan komunikasi, masalah individu autis adalah dalam membentuk interaksi dengan orang lain. Masalah interaksi ini (DSM IV- R-2000), termanifestasi dalam bentuk gangguan kualitatif pada interaksi sosial yang timbal balik :
  • kesulitan dalam menggunakan perilaku non-verbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, postur   tubuh, dan isyarat untuk mengatur hubungan sosial
  • kesulitan membentuk hubungan dengan teman sebaya yang sesuai dengan tahap perkembangannya
  • ketidak-mampuan untuk secara spontan mencari orang lain untuk tujuan berbagi kesenangan,   minat  atau keberhasilan
  • ketidak-mampuan membentuk hubungan sosio-emosional yang timbal balik.
Dewey and Everad (1974) menjelaskan bahwa individu autis bisa merasa tertarik pada orang lain, tapi gaya ekspresi seksualitas mereka seringkali naif, tidak matang dan tidak sesuai dengan usianya. Gangguan autism mereka tampaknya menghambat mereka dalam memahami sinyal-sinyal tersirat yang selalu ada dalam hubungan antar manusia. Jadi meskipun mereka mengalami perkembangan fisik yang kurang lebih sama dengan anak lain seusianya, tapi perkembangan emosi dan ketrampilan sosial mereka yang tidak berimbang cenderung menghambat mereka untuk berinteraksi secara positif dan efektif dengan orang lain (dalam hal ini lawan jenis).
Temple Grandin menjelaskan bahwa interaksi sosial yang bagi orang lain merupakan sesuatu yang terjadi secara alamiah, baginya adalah hal yang paling sulit untuk ia pahami. Ia harus belajar melalui cara yang ‘coba-salah’ (=trial error) karena ia tidak paham harus berbuat apa. Bagi dia, manusia sulit ditebak, respons emosinya sangat rumit dan bergradasi, dan reaksi atas stimulus cenderung berubah-ubah. Ia harus terus menerus menalar interaksi sosial. Bahkan hingga kini, hubungan antar pribadi adalah hal yang tidak dipahami oleh Grandin.
Untuk mempermudah dirinya sendiri, Grandin mengembangkan sistim untuk memahami interaksi sosial, yang ia sebut “Sins of the System”, yang terbagi atas 4 kelompok:
  • Really bad things. Misal: membunuh, membakar, mencuri dan berbagai larangan lain.
  • Courtesy rules. Misal: tidak menerobos antrian, aturan saat makan, mengucapkan terima kasih, menjaga kebersihan diri. Hal-hal yang penting untuk membuat orang lain merasa nyaman.
  • Illegal but not bad. Misal: sedikit ngebut di jalan raya, parkir di tempat terlarang.
  • Sins of the System (SOS). Misal: mengisap ganja, masuk penjara selama 10 tahun, dan perilaku seksual yang menyimpang. SOS adalah penalti yang sangat parah sehingga mengalahkan semua logika. Kadang penalti untuk perilaku seksual menyimpang lebih parah daripada untuk pembunuhan.
Karena Grandin sangat bingung akan muatan ‘emosional’ yang terkandung dalam aturan-aturan hubungan antar pribadi, ia bahkan tidak berani membicarakannya karena takut melanggar SOS. Grandin paham bahwa aturan SOS di sebuah lingkungan bisa diartikan sebagai perilaku yang dapat diterima, sementara di lingkungan yang berbeda belum tentu (standard di setiap lingkungan tidak sama). Sementara itu, 3 aturan lain lebih bersifat permanen dan berlaku pada semua lingkungan sehingga bisa lebih dimengerti oleh Grandin.
Kekhawatiran Grandin melanggar SOS membuatnya memilih untuk hidup melajang. Menurut Grandin, ia terhindar dari aneka masalah karena pilihannya tersebut. Grandin menganjurkan individu lain dengan autism untuk memahami bahwa “perilaku tertentu tidak bisa ditoleransi”. Karena itu, biasanya individu autis memutuskan untuk hidup melajang, atau bila memutuskan untuk menikah sekalipun, biasanya menikah dengan pasangan yang memiliki gangguan serupa.
Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Grandin, sebuah survei atas 63 anak autis menunjukkan bahwa tidak satupun dari mereka menikah saat sudah dewasa (Rutter 1970). Kanner (1972) melakukan survei serupa pada 96 anak autis, tidak satupun secara bersungguh-sungguh memikirkan kemungkinan untuk menikah. Pada survei lain, 21 anak HFA (high-functioning autism) ditanya mengenai pengetahuan mereka, pengalaman dan keinginan mereka sehubungan dengan seksualitas (Ousley&Mezibov 1992). Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa lebih banyak frustrasi pada pria autis dewasa karena perbedaan antara minat terhadap aktifitas seksual dan pengalaman seksual mereka.
Contoh-contoh kasus juga sering menunjukkan adanya kecenderungan depresi pada remaja autis atau asperger, karena mereka merasa ‘cinta’ mereka tidak terbalaskan, atau karena mereka salah mengartikan ‘sinyal-sinyal’. Sekedar perhatian ‘biasa’ sudah mereka kira sebagai perhatian kasih sayang, sehingga mereka lalu menjadi ‘patah hati’ dan kecewa berkepanjangan.
Rasa kecewa dan frustrasi tersebut tentu saja tidak sehat, apalagi bila anak bingung oleh berbagai perubahan fisik dan hormon dalam dirinya. Karena itu penting sekali memberikan informasi positif mengenai seksualitas sejak usia dini. Pendidikan seks yang terus menerus juga akan membantu mengurangi stres dan perasaan terisolir yang biasanya muncul pada individu autis remaja.
Dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual individu autis sebenarnya tidak terganggu, tapi ekspresi mereka yang mencerminkan ketidak-matangan perkembangan sosial dan emosional mereka. Fakta membuktikan, individu autis mengembangkan perilaku seksual yang tidak seharusnya karena ketidak-mampuan mereka memahami norma dan aturan sosial, dan karena ketidak mampuan mereka berkomunikasi dengan efektif serta membentuk hubungan timbal balik. Pada saat bersamaan, kesulitan mereka dalam membayangkan berbagai hal membuat mereka mengalami kesulitan berfantasi sehingga pada akhirnya memerlukan rangsangan khusus sebagai upaya membantu memberi kepuasan pada kebutuhan seksual mereka.
PENDIDIKAN SEKSUALITAS BAGI INDIVIDU AUTIS
Menurut Adams (1997), tujuan pendidikan seks bagi individu autis adalah untuk membuat individu:
  • sadar dan menghargai ciri seksualitas diri sendiri
  • memahami perbedaan mendasar antara anatomi pria dan wanita, serta peran masing-masing jender dalam reproduksi manusia
  • mengerti perubahan fisik dan emosi yang akan dialaminya, termasuk masalah-masalah
    seperti ereksi, menstruasi, mimpi basah, perasaan yang berubah-ubah, keinginan untuk
    masturbasi,  tumbuhnya bulu di sekujur tubuh, perubahan bau badan, dan sebagainya.
  • memahami bahwa tidak ada seorangpun punya hak melakukan tindakan seksual atas dirinya tanpa izin
  • memahami tanggung jawab yang terlibat bila kita memiliki keturunan
  • memahami bahwa cara-cara kontrol kelahiran (metode keluarga berencana) harus dilakukan, kecuali anak memang dikehendaki dan dapat dirawat dengan baik serta bertanggung jawab
  • memahami peran dan tanggung jawabnya dalam menjaga kesehatan diri dan orang lain
  • tahu dan dapat mencari bantuan untuk masalah-masalah tertentu bilamana diperlukan (manakala terjadi pelecehan atau penularan penyakit)
  • memahami makna norma masyarakat mengenai perilaku seksual yang pantas (batasan
    boleh/tidak) di lingkungannya
Sambil mengingatkan bahwa setiap kapasitas individu berbeda, Schwier & Hingsburger (2000) mengusulkan untuk mengajarkan beberapa hal sesuai usia mental anak:
◇    Antara 3-9 tahun
  • Beda laki dan perempuan (anatomi, kebiasaan, emosi, tuntutan  lingkungan dsb)
  • Beda tempat publik dan pribadi, nama anggota badan
  • Proses kelahiran bayi
◇    Antara 9-15 tahun
  • Makna, proses dan apa yang harus dilakukan pada saat menstruasi
  • Makna kejadian mimpi basah dan apa yang harus dilakukan bila hal tersebut terjadi
  • Perubahan fisik lainnya
  • Cara mengenali dan mengatakan ‘tidak’ pada sentuhan seksual oleh orang lain
  • Proses ‘pembuahan’ yang menghasilkan bayi
  • Perasaan dan dorongan seksual
  • Makna dorongan masturbasi, apa yang sebaiknya dilakukan dan batasan-batasan yang harus diingat
◇    Usia 16 tahun dan lebih
  • Proses terjadinya hubungan antar pribadi
  • Proses berkembangnya dorongan seksual dan bagaimana mengatasinya
  • Homoseksualitas (perasaan senang pada teman sejenis)
  • Beda antara cinta kasih dan hubungan seks
  • Hukum dan konsekuensi dari menyentuh orang lain secara seksual
  • Pencegahan kehamilan, metode keluarga berencana
  • Penularan penyakit seksual
  • Tanggung jawab perkawinan dan memiliki anak
Ada 2 (dua) jenis pengarahan yang diperlukan anak sehubungan dengan topik di atas, yaitu:
1. Anak harus tahu batasan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dari perilakunya.
Misal: tidak boleh membuka baju di depan orang lain, bagian tubuh mana dari orang lain yang masih pantas untuk disentuh (tangan, bahu), atau bagaimana menjaga kebersihan tubuh.
2. Anak harus diajarkan dasar-dasar ketrampilan sosial. Tanpa dasar seperti ini, ia akan sulit memasuki tahapan yang lebih rumit dari hubungan antar manusia seperti persahabatan, cinta, perkawinan, sampai ke hubungan seks. Biasanya individu tersebut sendiri yang menunjukkan apakah ia memiliki kebutuhan untuk sekedar berteman atau membentuk hubungan antar individu yang lebih rumit.
Dalam menetapkan kebutuhan pengajaran pada anak, diperlukan pengamatan intensif. Misal: Anto disuruh teman-teman sebayanya mendatangi seorang gadis dan menyentuh dada gadis tersebut. Tentu saja Anto harus mendapatkan penjelasan, bahwa ia tidak boleh lagi menuruti permintaan-permintaan teman sebayanya yang ‘tidak pantas’ tersebut, karena memang tidak boleh menyentuh bagian tubuh orang lain tanpa seizin orang tersebut.
Atau, Ali yang berdiri di kamar mandi dan buang air kecil dengan celana yang diturunkan hingga ke mata kaki. Ia harus diajarkan cara buang air kecil yang lebih wajar bagi seseorang yang berkembang dewasa.
Sekilas tampaknya perilaku-perilaku tersebut tergolong perilaku seksual yang tidak pantas, tapi sesungguhnya lebih mewakili ketidak tahuan anak akan ‘hukum aturan sosial’ yang berlaku. Anto tidak tahu bahwa tidak boleh asal menyentuh dada gadis, sementara Ali juga tidak tahu bagaimana buang air kecil yang sepantasnya bagi pria dewasa.
Tidak cukup hanya meminta anak membedakan bagian tubuh atau memahami bagaimana bayi terjadi.
Penting mengintegrasikan aspek fisik, emosi dan sosial pada saat mengajarkan beberapa hal di atas. Anak harus mengerti sikap, nilai dan ketrampilan dasar tertentu untuk dapat berespons pada situasi yang berbeda-beda.
Misalnya ketika belajar mengenai payudara-nya sendiri, seorang anak gadis harus tahu bahwa:
  • Payudara memiliki tujuan estetika dan tujuan fungsi (aspek fisik)
  • Payudara adalah bagian tubuh yang ‘pribadi’ (aspek sosial)
  • Tidak nyaman membicarakan bagian-bagian tubuh pribadi begini, maka penting
    menemukan seseorang yang bersedia menjawab pertanyaan dan masalah (aspek sosial)
  • Banyak cara menolak upaya-upaya yang tidak diinginkan bila seseorang berusaha
    menyentuh payudaranya (ketrampilan)
  • Kalau ada orang lain berusaha menyentuh payudaranya, ia mungkin akan merasa tidak
    nyaman (aspek emosional).
Selain pengertian tentang perubahan fisik, aspek sosial, ketrampilan dan emosional; penting mengembangkan perasaan positif terhadap diri sendiri ( = self love & self acceptance ). Perasaan positif terhadap diri sendiri ini sangat penting dan menentukan. Beberapa kasus membuktikan kemungkinan yang sangat memprihatinkan bila seorang individu tidak merasa diterima apa adanya. Misal: Seorang wanita tidak suka penampilan dan dirinya sendiri. Begitu bencinya ia pada dirinya sendiri, sehingga ia bahkan tidak bisa bercermin. Setiap kali ia melihat bayangan dirinya sendiri, ia akan memukuli dirinya. Atau wanita lain yang hanya bisa berbisik ketika diminta menjawab pertanyaan orang lain. Atau wanita lain yang begitu saja membiarkan dirinya dijadikan obyek oleh laki-laki karena mendambakan kemungkinan melupakan bahwa dirinya ‘tidak menarik’ sehingga bahkan pelecehan atas dirinya ia biarkan saja karena ia artikan sebagai bentuk perhatian dari seseorang terhadap dirinya.Yang penting adalah memperhatikan tingkat pemahaman, kemampuan berbahasa, tingkat fungsi sosial, perilaku dan kematangan emosi setiap individu sehingga materi pengajaran juga dapat disesuaikan dengan kondisi anak.
TIPS BAGI ORANG TUA DALAM MENGAJARKAN SEKSUALITAS
Orang tua adalah pihak yang bertanggung jawab atas proses pengajaran seksualitas pada anak. Bagaimanapun, rumah adalah daerah ‘pribadi’ dimana anak diharapkan mengekspresikan kebutuhan seksualitasnya. Orang tua berkesempatan memperkenalkan nama anggota tubuh melalui kegiatan sehari-hari, orang tua bisa membentuk rutinitas kebiasaan anak sehingga anak paham konsep-konsep ‘publik’ versus ‘pribadi’, orang tua dan saudara kandung juga bisa menjadi model perilaku bagi anak. Selain itu, orang tua juga harus dilibatkan karena banyak pertimbangan nilai moral yang perlu diputuskan sebelum langkah-langkah penanganan bisa diambil. Misal: bagaimana mensikapi kebutuhan anak akan ekspresi seksualitas, apakah seorang anak diperbolehkan masturbasi atau tidak, akan sangat tergantung pada pandangan orang tua.
Bahaya pelecehan seksual oleh orang lain di luar keluarga juga menjadi alasan mengapa persiapan menghadapi masa remaja menjadi tanggung jawab orang tua. Bahaya tersebut tidak hanya dirasakan oleh orang tua anak perempuan, tetapi juga oleh orang tua anak laki.
Pendidikan dan informasi mengenai seksualitas bagi anak autis ini sebaiknya juga memperhatikan masalah kecemasan individual, terutama yang berhubungan dengan perubahan fisik dan emosi mereka. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan saat merancang pendidikan seks bagi individu autis adalah untuk:
  • sebanyak mungkin menggunakan alat bantu visual
  • membagi informasi atau penjelasan rumit ke dalam beberapa bagian yang lebih dapat
    dicerna anak
  • memberikan penguat perilaku terutama untuk aturan-aturan dan struktur yang berhubungan
    dengan masalah seksualitas, misal: tentang bagian tubuh yang publik dan pribadi.
Gaya dalam mengajarkan konsep-konsep ketrampilan sosial, kesehatan, pendidikan seks dan pendidikan mengenai hubungan antar individu yang rumit, harus melalui strategi dan instruksi yang sudah terbukti berhasil bagi individu tersebut, antara lain melalui (Adams, 1997):
  • penjelasan singkat dan harafiah,
  • contoh-contoh konkrit,
  • saat-saat belajar yang ‘tidak sengaja’,
  • cerita sosial (=social stories),
  • pengulangan,
    • bermain peran (=role play),
    • tugas per langkah yang dipasangkan dengan alat bantu visual,
    • latihan memasangkan gambar dengan tulisan,  dan sebagainya.
Bagaimanapun, penguat perilaku positif dan sikap menerima keadaan anak apa adanya adalah dasar paling penting bagi pendidikan seksualitas yang efektif efisien bagi anak-anak autis.
Proses pengajaran berbagai konsep abstrak (antara lain: ‘publik’ dan ‘pribadi’) paling efektif dilakukan melalui teknik:
  • modeling            (memberikan contoh)
  • penjelasan
  • pengulangan       (terus menerus)
Misal: mengajarkan cara berpakaian, lakukan di tempat pribadi. Tutup pintu kamar mandi atau kamar tidur dan jelaskan kepada anak bahwa ini adalah perilaku yang pribadi, jadi kita harus tutup pintu. Kalau anak melakukan kekeliruan dan, misalnya, menyentuh kelaminnya di supermarket ketika sedang menimbang buah, langsung katakan dengan suara yang tenang, “Menyentuh diri sendiri juga perilaku pribadi. Kita tidak menyentuh bagian tubuh pribadi di tempat umum.”
Kalau tidak mungkin menarik anak ke daerah yang tertutup, coba alihkan perhatiannya ke hal lain dan diskusikan masalah ini begitu Anda sampai di rumah.
Memberikan contoh adalah hal penting, karena itu orang tua dan lingkungan individu autis juga harus menjaga sikap mereka untuk dapat menghasilkan individu autis dewasa yang bertanggung jawab. Bila orang lain di rumah mondar-mandir tanpa baju yang pantas, tentu saja sulit memberi pengarahan pada anak autis untuk berpakaian secara rapi sebelum keluar dari kamar. Atau bila ibu keluar kamar mandi hanya mengenakan handuk yang dililitkan, bagaimana pula anak paham bahwa ia harus berpakaian sebelum keluar dari kamar mandi?
Mengajarkan konsep “apa”, lalu “kapan” dan “dimana” relatif lebih mudah dibanding mengajarkan “bagaimana” – yaitu dimana anak diajarkan untuk mengaplikasikan pengetahuan mengenai ketrampilan sosial dan seksualitasnya dalam situasi-situasi aktual.
Berbagai pengajaran bagi individu dengan kebutuhan khusus yang bisa membantu mereka menyelesaikan masalah ‘pelecehan seksual’ adalah rumus sederhana berikut:  No-Go-Tell.
  1. Mengatakan “Tidak” bukan hal mudah bagi seorang remaja yang didatangi orang lain yang lebih dari dia (lebih kuat, lebih tua, lebih matang, lebih percaya diri, lebih cerdas). Anak harus paham bahwa pribadi berarti tubuhnya adalah miliknya, dan tidak ada orang lain yang boleh asal sentuh bagian tubuhnya tanpa izinnya.
  2. Pergi, menuntut individu untuk mendobrak sesuatu. Dalam situasi yang penuh ketegangan, biasanya anak ditekan untuk melakukan sesuatu, bagaimana melakukannya, dan tidak boleh bilang-bilang. Untuk bisa pergi dari situasi seperti itu atau berusaha untuk lari, menuntut anak untuk paham bahwa tidak semua perintah harus dituruti.
  3. Mengatakan pada orang lain (=lapor), menuntut seseorang untuk melanggar janji atau melawan ancaman. Tidak mudah karena biasanya anak-anak ini berada di bawah tekanan dan kontrol dari jauh melalui ancaman. Untuk dapat melapor, anak harus paham bahwa ia yang menentukan fakta apa bisa dikatakan sebagai rahasia, dan ia yang menetapkan fakta apa yang bisa digolongkan sebagai ‘aman’.
Rumus sederhana tersebut di atas, perlu diajarkan secara khusus kepada anak sebelum ia dapat menerapkan dalam kehidupan yang nyata.
Dalam mengajarkan konsep “NO”, beberapa ide dibawah ini dapat diterapkan dalam bentuk bermain peran (role play) (Schwier & Hingsburger, 2000). Penting untuk memberitahu semua orang di lingkungan terdekat anak bahwa anak sedang belajar mengatakan ‘tidak’ sehingga tidak terjadi kesalah-pahaman yang mengakibatkan anak dihukum karena mengatakan ‘tidak’ tersebut.
  • Seorang yang tidak kamu kenal, meminta kamu untuk masuk ke dalam mobil.
  • Ibu meminta kamu memakan ‘ular goreng’
  • Salah satu anak di sekolah meminta kamu ikuti dia masuk ke kamar mandi bersama-sama
  • Ayah meminta kamu mendengarkan kaset lagu kuno (yang pasti tidak ia sukai)
  • Seorang teman menantang kamu untuk meletakkan tanganmu di dalam celana dalam teman
  • Seorang yang tidak kamu kenal menyuruhmu memakan obat-obatan tertentu
  • Seorang yang tidak kamu kenal memintamu membukakan pintu rumah
  • Seorang yang kamu kenal (paman, misalnya) mengajakmu bermain sesuatu yang menakutkan

Tidak ada salahnya bertukar peran dengan anak, dimana anak yang berpura-pura menjadi ‘orang yang tidak dikenal’ dan Anda yang menjadi sang anak.
Cara-cara tersebut di atas juga dapat diterapkan saat mengajarkan anak untuk ‘pergi’ dari sebuah situasi. Hal yang penting digaris bawahi adalah, Anda dan anak sudah menetapkan satu titik temu dimana Anda berdua akan bertemu pada situasi sulit. Misal, sekolah, tetangga yang baik, tempat petugas keamanan, toko atau pos polisi. Hal ini untuk menghindari terjadinya ‘lari tanpa tujuan’ sehingga anak malahan hilang.
Tahap yang paling sulit dilakukan adalah tahapan “melapor” (=tell). Biasanya, pelecehan selalu disertai dengan ancaman (“kalau kamu bilang-bilang, aku akan melukai ibumu”, “kalau kamu bilang orang lain, aku bunuh anjingmu”). Keadaan ini justru bisa dimanfaatkan. Ajari anak pemahaman bahwa “bila seseorang memberikan ancaman, berarti ia bermaksud jelek, jadi kamu harus mengatakannya kepada ayah atau ibu”.
Camkan juga bahwa anak-anak bisa mengatakan/melapor kepada Anda, tanpa harus berkata-kata. Perhatikan saja perilakunya. Bila terjadi perubahan yang dramatis dan cepat tanpa ada penjelasan yang dapat diterima akal, maka perubahan tersebut harus ditelusuri lebih lanjut.
Lalu, KAPAN kita mulai proses pendidikan seksualitas ini ? Mengingat bahwa seksualitas mencakup begitu banyak aspek (pikiran, perasaan, sikap dan perilaku seseorang terhadap dirinya), maka proses pengajaran sudah seharusnya dimulai sejak  usia dini. Setidaknya anak sudah dibekali mengenai aturan dan norma sosial yang berlaku yang membedakan antara sikap, perilaku pria & wanita dari yang paling sederhana (anatomi berbeda, toilet berbeda dsb) hingga yang paling abstrak (tanggung jawab dan kodrat).
Tanda-tanda yang disampaikan individu, bisa juga menjadi acuan untuk menetapkan ‘kapan’ mulai pendidikan yang lebih spesifik. Newport&Newport (2002) menjelaskan bahwa tanda-tanda pertama adalah:
  1. Masturbasi. Dorongan untuk melakukan masturbasi bisa terjadi pada anak laki maupun anak perempuan, dan bisa terjadi pada usia yang sangat muda. Aktifitas ini memberikan rasa menyenangkan bagi mereka, dan hal yang lebih menyenangkan lagi, tidak perlu melibatkan orang lain.
  2. Ketertarikan akan obyek yang memancing dorongan seksual, seperti majalah berisi gambar-gambar orang tidak berbusana, memindahkan channel televisi ke film-film dengan adegan orang dewasa dsb. Bahkan ada beberapa individu yang menunjukkan ketertarikan pada berbagai benda yang biasanya tidak diasosiasikan dengan perilaku seks, seperti mangkok logam, gambar anatomi tubuh, benda plastik, gambar orang memakai baju putih dsb. (Haracopus. Pederson 1992 dalam Adams 2000).
  3. Memakai slogan pada baju, stiker atau sampul buku yang menunjukkan minat terhadap perilaku seksual.
Pendidikan seksual merupakan sebuah proses berkesinambungan, berawal dari masa kanak hingga masa dewasa. Tujuan pendidikan seksualitas bukan agar individu dapat info sebanyak mungkin, tetapi untuk dapat menggunakan informasi secara lebih fungsional.
Untuk mengupayakan proses pendidikan seksualitas yang memiliki hambatan minimal, ada beberapa prinsip yang bisa dijadikan acuan dalam bertindak (Spragg, 2001):
  • Ciptakan suasana keterbukaan sehingga anak tidak sungkan bertanya mengenai masalah seksualitas.
Bila sikap kita menyiratkan “tabu”, atau “enggan”, maka anak lebih mendengarkan informasi dari luar rumah, yang mungkin saja tidak sesuai dengan apa yang seharusnya.
  • Bila anak tampak tertarik dengan topik ini, gunakan saat tersebut untuk masuk ke dalam pembahasan.
Biasanya bila ia mulai memperhatikan kehamilan, orang menyusui, perbedaan wanita & pria, dan sebagainya. Sebaliknya, bila anak tampak tidak menunjukkan tanda-tanda ketertarikan, ini bukan alasan bagi kita untuk menunda diskusi mengenai masalah seksualitas. Bisa saja ia tidak tampak tertarik karena ia tidak percaya diri atau tidak yakin. Kita tidak bisa mengelak, karena perkembangan fisiknya segera akan membuatnya tersadar akan perubahan tersebut.
  • Berikan informasi dasar yang sesuai dengan tingkat perkembangan dan kemampuan komunikasinya.
Setidaknya, informasi mencakup anatomi, konsep bagian badan ‘pribadi’, sentuhan baik >< buruk, masturbasi, hubungan antara jender sejenis dan lawan jenis dan sebagainya. Berikan informasi dalam bentuk yang dapat ia pahami. Tentu saja tingkat pemahaman akan sangat mempengaruhi. Hindari memberikan informasi yang terlalu banyak, tidak perlu atau tidak mereka pahami.
  • Gunakan strategi instruksi yang konkrit, bermakna dan individual.
Informasi sebaiknya ditampilkan dalam bentuk yang paling mudah diproses. Misal, mereka umumnya visual learners, jadi gunakan visual cues. Instruksi verbal sebaiknya sederhana dan konkrit, dan tambahkan materi audio-visual dan gambar. Hindari penggunaan konsep abstrak dan gaya bahasa metafor. Informasi juga sebaiknya diberikan dalam bentuk ‘chunks’ (kelompok kecil) yang terus menerus diulang-ulang.
  • Kembangkan aturan mengenai perilaku seksualitas yang boleh dan tidak boleh.
Ajarkan konsep-konsep: publik >< pribadi, batasan ‘pribadi’, kesadaran akan keselamatan diri, izin dan tanggung jawab pribadi dalam kaitannya dengan perilaku seksual yang bertanggung jawab.
Anak-anak sulit melihat dari sudut pandang orang lain, karena itu harus dilatih melalui bermacam ilustrasi konkrit atau dengan mengajarkan berbagai aturan bagaimana bersikap. Misal: aturan waktu dan tempat untuk melakukan masturbasi, tidak boleh menyentuh orang lain tanpa izin, menghindari berbincang dengan orang yang tidak dikenal dsb.
  • Jangan abaikan sisi perasaan dari perilaku seksual.
Hindari terlalu terpusat pada diskusi mengenai perilaku hubungan seks itu sendiri. Penting bagi anak utnuk dapat membedakan berbagai jenis hubungan (persahataban, hubungan kasih, cinta, hubungan kerja dsb). Perasaan yang berkaitan dengan hubungan yang berbeda-beda ini juga berbeda-beda, tidak saja dalam hal intensitas dan fokus tetapi juga dalam hal ekspresi.
Garis bawahi bahwa hubungan intim seksual adalah bentuk mengekspresikan ‘kasih’ dan ‘perhatian’, dan bukan sekedar aktifitas biologis. Sebaliknya, bisa juga kita mengungkapkan rasa kasih dan perhatian melalui cara lain selain hubungan seksualitas tersebut. Jangan lupa tekankan bahwa dorongan seksual tersebut seringkali harus dikontrol dan ditahan.
  • Dorong anak untuk aktif dalam kegiatan atau pergaulan dengan teman sebaya sehingga ia aktif.
Beri anak kesempatan untuk memiliki pengalaman bergaul dengan teman sebaya (lawan jenis atau tidak) agar ia paham bahwa kegiatan yang bermacam-macam dengan berbagai teman perlu berakhir dengan hubungan seksual. Respons teman sebaya juga merupakan media yang sesuai untuk mengajarkan ‘batasan’ dalam perilaku fisik saat bergaul.
  • Ajarkan makna ‘nilai’ dan ‘moral’.
Mengajarkan makna ‘nilai’ dan ‘moral’ adalah hak dan kewajiban orang tua. Konsep-konsep ini sangat membantu anak menetapkan batasan, terutama ketika mereka bingung atau keadaan sangat tidak jelas sehingga mereka tidak tahu harus berespons bagaimana. Nilai dan moral ini juga bisa menjadi landasan orang tua mengembangkan ‘self-respect’ dan ‘self-esteem’ yang positif.

Pengobatan Tradisional Penyakit Autis dengan Tahitian Noni  
Apakah akar masalah dari penyakit Autis ? Bocornya sawar darah otak/Blood Brain Barrier yang bocor bagi penderita Autis sehingga protein, glukosa yang sangat penting bagi kesehatan otak tidak tercukupi /terbuang tidak sampai ke pusatnya. dan selain itu kandungan timbal/racun didalam darah masuk ke dalam otak sebagai substansi/ pengganti dari kehilangan protein dan glukosa. 
Reaksi apakah yang terjadi ? Hiperaktif, mudah marah-marah, kadang-kadang kejang, tidak bisa tidur, boleh dikatakan sebagai penyakit saraf yang mempengaruhi tingkah laku, mood dan proses pembelajaran.

230 kandungan nutrisi dan bioaktif TNBB yang banyak membantu penderita AUTIS dalam terapi dan perbaikan metabolisme adalah : 
  1. Asam Amino ( phenilalanin, tryptophan) membantu kadar dopamin menjadi seimbang, sehingga hiperaktifnya dapat berkurang dan bisa menjadi normal
  2. Enzim Secretin, membuat normal kontak mata, sosialisasi, dan pola bicara, serta tidur.
  3. Methione di liver dan Terpene yang berada didalam darah , membantu proses detoksifikasi atau pembuangan racun / timbal. 
  4. Pro-Xeronin/Iridoid, yang dapat menambal bocornya sawar darah otak/Blood Brain Barrier, dengan meregenerasi saraf-saraf penunjang, mempertebal dinding-dinding sawar darah otak. Sehingga protein, glukosa, dan nutrisi bagi otak menjadi terserap dengan baik, dan timbal serta racun tidak mudah tembus ke dalam otak.
Diet (xeronin) Tahitian Noni Bioactive Beverage harian sangat baik untuk memodifikasi rigiditas protein menjadi konformasi fungsional, sehingga di dalam tubuh akan terjadi
1. Aktivasi enzim dorman di dalam jaringan
2. Fungsionalisasi reseptor membran & intrasel
3. Fungsionalisasi kanal ion, transporter membran
4. Proteksi protein seluler lain di badan Golgi


Dengan demikian akan terjadi peningkatan koregulator fisiologi sel pada tingkat molekul, seperti:
1. Regulasi caraka kedua, neurotransmiter, hormon dan sitokin
2. Biosintesis molekul tubuh
3. Transkripsi gen
4. Absorbsi nutrisi sel
5. Regenerasi seluler
6. Mempertahankan fungsi sel yang sehat
7. Antidot, dllKesimpulannya adalah dengan mengkonsumsi Tahitian Noni Bioactive Beverage akan mempertahankan homeostatis seluler dan aneka efek terapeutik.

Hak Paten Efek Terapeutik Tahitian Noni Bioactive Beverage (TNBB) untuk Mereduksi Kerusakan Sel
Paten (WO 02/43664 A2) – 6 Juni 2002
http://www.wipo.int/pctdb/en/fetch.jsp?LANG=ENG&DBSELECT=PCT&SERVER_TYPE=19-10&SORT=11315779-KEY&TYPE_FIELD=256&IDB=0&IDOC=1331808&C=10&ELEMENT_SET=B&RESULT=1&TOTAL=1&START=1&DISP=25&FORM=SEP-0%2FHITNUM%2CB-ENG%2CDP%2CMC%2CAN%2CPA%2CABSUM-ENG&SEARCH_IA=US2001047203&QUERY=%28WO+AND+02%2F43664%29+

REDUCING CELLULAR DAMAGE IN THE HUMAN BODY
Tahitian Noni Bioactive Beverage (TNBB) mencakup kombinasi komponen yang bekerja pada tingkat seluler untuk meningkatkan fungsionalitas positif berbagai sel di dalam tubuh, diantaranya regenerasi seluler dan fungsi sel, meningkatkan kemampuan sel mengabsorbsi nutrisi bermanfaat, seperti vitamin dan mineral. Lebih lanjut, TNBB dapat membersihkan radikal bebas lipid hidroperoksida dan anion superoksida di dalam tubuh untuk mereduksi kerusakan seluler.

Kerusakan struktur dan fungsi seluler terjadi akibat serangan radikal bebas terhadap protein, lemak, karbohidrat, dan DNA penyusun sel-sel tubuh.
Membersihkan radikal bebas berarti meningkatkan mekanisme pertahanan terhadap stress oksidasi sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit.
Stimulasi produksi sel limfosit T dapat meningkatkan respon imun untuk mencegah infeksi, membunuh sel kanker atau sel yang terinfeksi virus.
Hak Paten Efek Terapeutik Tahitian Noni Bioactive Beverage (TNBB) untuk Inhibisi dan Preventif terhadap Mutagenesis dan Karsinogenesis
Paten (USPTO 20030157205 A1) – 21 Agustus 2003
http://appft.uspto.gov/netacgi/nph-Parser?Sect1=PTO1&Sect2=HITOFF&d=PG01&p=1&u=%2Fnetahtml%2FPTO%2Fsrchnum.html&r=1&f=G&l=50&s1=%2220030157205%22.PGNR.&OS=DN%2F20030157205&RS=DN%2F20030157205

Inhibitory and preventative effects of processed morinda citrifolia on mutagenesis and carcinogenesis in mammals
Penemuan ini mengungkap suatu metode untuk menginhibisi, mereduksi, dan/atau mencegah mutagenesis, atau menginduksi aktivitas antimutagenesis, melalui pemberian propilaktif formula naturaseutikal yang mengandung minimal satu produk olahan Morinda citrifolia L. Penemuan ini menghadirkan komposisi alami atau naturaseutikal untuk menghambat mutagenesis bila yang terjadi secara alami maupun spontan, serta mutagenesis yang diinduksi oleh pengaruh lingkungan di dalam tubuh.

Mutagenesis adalah kerusakan DNA yang terjadi secara alami akibat replikasi DNA yang tidak tepat sewaktu reproduksi, atau secara spontan akibat toksin, polutan; zat berbahaya lainnya dari lingkungan (radiasi dan efek semping zat kimia), stress, serta kerja fisik yang berat.
Mutagen bersifat karsinogenik dan tertogenik, dapat merusak DNA dan mengganggu fungsi dasar seluler. Bila membentuk sekuens yang tidak berpasangan akan diwariskan pada sel anak, terjadi mosaikisme (disorganisasi pertumbuhan dan diferensiasi) sehingga terjadi kecacatan organ sejak lahir.
Morinda citrifolia L. memiliki efek antimutagenesis, artinya dapat menurunkan frekuensi mutasi sel secara komulatif. Manfaatnya dapat mereduksi mutasi akibat bakteri, obat/antibiotik; mutasi penyebab kanker, penyakit genetik, dan aging.
Morinda citrifolia L. dapat meningkatkan sistem enzim antioksidan sel tubuh.
Naturaseutikal Morinda citrifolia L. dapat memperbaiki kerusakan DNA pada kasus kanker atau penyakit kronis lainnya.
Morinda citrifolia L. dapat mencegah mutasi akibat gangguan fungsi enzim sitokrom yang dipicu pemakaian obat.
Hak Paten Efek Terapeutik Tahitian Noni Bioactive Beverage (TNBB) sebagai Antioksidan yang paling kuat
Paten (USPTO No. 60/251,417) – 5 Desember 2000

Berdasarkan hasil uji laboratorium, TNBB menempati peringkat antioksidan tertinggi dibandingkan dengan yang lain. Aktivitas antioksidan TNBB signifikan terhadap SAR dan LPO dengan kekuatan melebihi antioksidan vitamin C, piknogenol dan tepung biji anggur.

SAR adalah radikal bebas anion superoksida yang dibentuk oleh nikotinamida adenin dinukleotida (NADH) dalam kondisi aerobik dan dikatalisis oleh fenazin metosulfat (PMS). SAR mampu mereduksi tetrazolium nitrobul (TNB) menjadi formasin biru, sedangkan TNBB sebagai scavanger (pembersih radikal bebas) dapat bereaksi dengan SAR dan mereduksi absorbansinya.
LPO adalah radikal bebas jenis lipid peroksida yang terbentuk dari aktivitas oksidasi cumen hidroperosida. Leukometilin biru (LMB) dapat dioksidasi oleh hidroperosida menjadi metilin biru, sedangkan TNBB sebagai scavanger dapat bereaksi dengan cumen hiroperoksida dan mereduksi absorbansinya
SAR dan LPO mungkin diproduksi secara berlebihan di dalam tubuh sehingga mempengaruhi fungsi dan reproduksi seluler, atau merusak biomolekul sel sebagai awal terjadinya penyakit degeneratif, kanker, metabolik, dll.
TNBB sangat signifikan menetralisir SAR dan LPO tubuh.

1 comment:

  1. autis itu bukan penyakit
    kalo ada yang bilang autis itu penyakit ya bodo berarti

    ReplyDelete